SuaraJawaTengah.id - Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang, K.H. Mustofa Bisri atau lebih sering dipanggil dengan Gus Mus memiliki cara tersendiri dalam merayakan ulang tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke-76.
Pria berusia 77 tahun ini menuliskan sebuah puisi yang menyentuh kalbu. Tak dipungkiri sosok ulama kharismatik satu ini kerap menggambarkan sesuatu hal melalui sajak.
Melalui akun instagram pribadinya @s.kangkung belum lama ini. Gus Mus merenungi Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-76 ini melalui tulisan puisi yang berjudul "Rasanya Baru Kemarin''.
Diceritakan Gus Mus puisi tersebut sudah ditulis sejak tahun 1994. Lalu setiap tahunnya di Hari Proklamasi tiba, dirinya selalu merivisi puisinya tersebut.
Adapun isi puisi "Rasanya Baru Kemarin'' Karya Gus Mus sebagai berikut:
Rasanya baru kemarin.
Bung karno dan Bung Hatta.
Atas nama kita menyiarkan dengan seksama.
kemerdekaan kita di hadapan dunia.
Rasanya.
Gaung pekik merdeka kita.
Masih memantul-mantul tidak hanya dari para Jurkam PDI saja.
Rasanya baru kemarin.
Padahal sudah 71 tahun lamanya.
Pelaku-pelaku sejarah yang nista dan mulia.
Sudah banyak yang tiada.
Penerus-penerusnya.
Sudah banyak yang berkuasa atau berusaha.
Tokoh-tokoh pujaan maupun cercaan bangsa.
Sudah banyak banya yang turun tahta.
Baca Juga: HUT ke-76 RI, Wali Kota Pontianak Harap Pandemi Covid-19 Segera Sirna
Taruna-taruna sudah banyak yang jadi Petinggi negeri.
Mahasiswa-mahasiswa yang dulu suka berdemonstrasi.
Sudah banyak yang jadi menteri dan didemonstrasi.
Rasnya baru kemarin.
Padahal sudah lebih setengah abad lamanya.
Petinggi-petinggi yang dulu suka korupsi
Sudah banyak yang meneriaki reformasi.
Tanpa merasa risih.
Rasanya baru kemarin.
Rakyat yang selama ini berdaulat.
Sudah semakin pintar mendaulat.
Pejabat yang tak kunjung merakyat pun terus dihujat dan dilaknat.
Rasanya baru kemarin.
Padahal sudah 71 tahun lamanya.
Pembangunan jiwa masih tak kunjung tersentuh.
Padahal pembangunan badan
yang kemarin dibangga-banggakan
sudah mulai runtuh.
Kemajuan semu masih terus menyeret dan mengurai.
Pelukan kasih banyak ibu-bapak
dari anak-anak kandung mereka.
Krisis sebagaimana kemakmuran duniawi.
Masih terus menutup mata.
Banyak suadara terhadap saudaranya.
Daging yang selama ini terus dimanjakan.
Kini sudah mulai kalap mengerikan.
Ruh dan jiwa sudah semakin tak ada harganya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- 5 Shio yang Diprediksi Paling Beruntung di Tahun 2026, Ada Naga dan Anjing!
- Jordi Cruyff Sudah Tinggalkan Indonesia, Tinggal Tandatangan Kontrak dengan Ajax
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
- 5 Sabun Cuci Muka Wardah untuk Usia 50-an, Bikin Kulit Sehat dan Awet Muda
Pilihan
-
Orang Pintar Ramal Kans Argentina Masuk Grup Neraka di Piala Dunia 2026, Begini Hasilnya
-
6 Rekomendasi HP Rp 3 Jutaan Terbaik Desember 2025, Siap Gaming Berat Tanpa Ngelag
-
Listrik Aceh, Sumut, Sumbar Dipulihkan Bertahap Usai Banjir dan Longsor: Berikut Progresnya!
-
Google Munculkan Peringatan saat Pencarian Bencana Banjir dan Longsor
-
Google Year in Search 2025: Dari Budaya Timur hingga AI, Purbaya dan Ahmad Sahroni Ikut Jadi Sorotan
Terkini
-
SIG Dukung Batam Jadi Percontohan Pengembangan Fondasi Mobilitas & Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan
-
Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah Kirim 29 AMT untuk Pemulihan Suplai di Sumatera
-
4 Link Saldo DANA Kaget Jumat Berkah: Raih Kesempatan Rp129 Ribu!
-
Skandal PSSI Jateng Memanas: Johar Lin Eng Diduga Jadi 'Sutradara' Safari Politik Khairul Anwar
-
8 Tempat Camping di Magelang untuk Wisata Akhir Pekan Syahdu Anti Bising Kota