Scroll untuk membaca artikel
Ronald Seger Prabowo
Selasa, 24 Agustus 2021 | 15:45 WIB
Rumah peninggalan Tan Tiong Ie di Semarang. [Suara.com/Dafi Yusuf]

SuaraJawaTengah.id - Suara tembakan bergemuruh, tentara Belanda yang mendengar kabar Jepang datang berhamburan melarikan diri dengan sebisanya. Karena terdesak, beberapa tentara Belanda juga merampas mobil warga untuk kabur menyelamatkan diri dari kejaran Jepang. 

Hal itulah yang diceritakan Widayat Basuki Dharmowijoyo keturunan genersi ketiga dari Tan Tiong Ie yang saat itu menjadi pengusaha sukses dan terpandang dari Jawa yang mempunyai pabrik produksi kopi.

Dari cerita kakeknya, sewaktu Jepang datang ke Semarang mobil milik keluarganya dirampas oleh tentara Belanda yang saat itu hendak menyelamatkan salah satu pejabat Hindia Belanda yang ada di Semarang.

Kebetulan, saat itu mobil keluarga Tan sedang dibawa sopirnya. Tiba-tiba ketika berada di tengah jalan mobilnya dibajak oleh tentara Belanda. 

Baca Juga: Tertangkap! Ini Tampang Pria Pembunuh Pacarnya yang Hamil 9 Bulan di Semarang

Kejadian tersebut baru diketahui dua minggu kemudian, karena sopir Tan dipaksa untuk pulang dengan jalan kaki. Sementara mobilnya diceburkan ke sungai untuk menghilangkan jejak pejabat Belanda yang melarikan diri. 

"Dulu kan tak ada kendaraan ya, jadi dia terpaksa jalan kaki untuk pulang," jelasnya saat ditemui Suarajawatengah.id di rumahnya Jalan Wotgandul Barat, komplek Pecinan, Kota Semarang, Selasa (24/8/2021).

Widayat Basuki Dharmowijoyo keturunan genersi ketiga dari Tan Tiong Ie menunjukkan alat produksi kopi. [Suara.com/Dafi Yusuf]

Tan pada 1916 mendirikan perusahaan kopi yang diberi nama Margo Redjo. Kini perusahaan kopi tersebut dikelola secara turun-temurun. Saat ini industri tersebut dikelola Basuki generasi ketiga dari Tan Tiong Ie. 

“Kopi ini malah bukan didirikan di Semarang, tapi di Bandung. Setelah dari Bandung baru ke Semarang,” ujarnya, ujarnya.

Selain menjadi produsen kopi pertama dan terbesar di Semarang, pemilik pabrik kopi Margo Redjo Tan Tiong Ie di era kolonial juga bukan sembarang orang. Seperti yang termaktub di buku Orang-Orang Tionghoa (1935) Tan Tiong Ie bahkan masuk dalam daftar crazy rich di Jawa.

Baca Juga: PSIS Semarang Menang Tipis di Laga Uji Coba

“'Margo' itu jalan. 'Redjo' itu kemakmuran. Maksudnya mungkin Jalan Kemakmuran,” terangnya.

Setelah pindah dari Kota Kembang Bandung perusahaan kopi Tan Tiong Ie ternyata tambah besar. Di Semarang adalah puncak kejayaan produk kopi Margo Redjo. Bahkan, Basuki menganggap Semarang adalah jalan kemakmuran Tan Tiong Ie.

"Di Semarang, rezeki Tan Tiong Ie ternyata bermekaran. Produk kopi Margo Redjo laris,"katanya.

Karena laris tadi, Tan akhirnya juga meningkatkan produksi. Bahkan dia harus menambah pegawai. Halaman belakang rumahnya pun sesak oleh aktivitas pabrik. Kunci sukses larisnya usaha kopi dari Tan ini juga karena strategi yang jitu.

"Dulu sini itu paling besar di Kota Semarang pabriknya," katanya sembari memperlihatkan proses penggilingan kopi di pabriknya.

Pabrik kopi Margo Redjo pernah berjaya pada 1930-an. Industri kopi milik Tan mempunyai berapa produk yang berbeda seperti Tjap Grobak Idjo,  Tjap Margo Redjo, Tjap Pisau, Tjap Orang-Matjoel Koffie Santoso Koffie Mirama dan Koffie Sari Roso. 

"Dulu ambil kopinya itu dari daerah Banaran," ucapnya. 

Produk kopi Margo Redjo kala itu didistribusikan ke berbagai daerah, termasuk wilayah terpencil. Selain itu, kopi ini juga diekspor ke negara tetangga, Singapura. 

"Dalam setahun, ekspor Margo Redjo mencapai satu juta kilogram kopi," pungkasnya.

Kontributor : Dafi Yusuf

Load More