SuaraJawaTengah.id - 'Buk tangi, Buk Tangi' begitu teriak Sayidi warga Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Demak melihat air laut menenggelamkan barang-barang penting di rumahnya.
Air laut tak kenal waktu, tiba-tiba masuk ketika keluarga Sayidi warga Demak sedang tertidur pulas.
Sudah lama Sayidi tak bisa tidur pulas karena air rob sering masuk ke rumahnya. Sekitar 1997 rumahnya mulai kena abrasi. Berbagai upaya telah dilakukan, tak lain dengan membuat tanggul menggunakan karung berisi tanah liat.
Namun usaha itu tak berjalan lama, air laut seperti tak mau kalah. Semakin tahun rob semakin menggila, dan tanggul yang dibuat warga akhirnya rusak.
Baca Juga: Banjir Rob Terus Terjadi, Rumah di Demak Kian Pendek, Ancaman Tenggelam Semakin Nyata
Kini, Sayidi harus rela berdampingan dengan air laut. Tak heran jika warga sekitar lebih memilih membuat rumah panggung menggunakan kayu atau bambu karena bisa ditinggikan dengan mudah.
Tak ada yang mengira jika daerah yang dipenuhi air itu dulunya adalah persawahan. Sebelum terjadi rob, Desa Bedono merupakan tanah yang subur dan mayoritas warga juga bekerja sebagai petani.
"Dulu sini itu sawah semua, karena terkena rob akhirnya banyak yang dijual. Sekarang malah jadi tambak milik orang lain," jelasnya menunjuk sebuah kawasan yang sudah dipenuhi dengan air, Selasa (31/8/2021).
Desa Bedono, ada dua dukuh yang transmigrasi, yaitu dukuh tambaksari dan senik rejosari. Karena volume air terus bertambah semakin tinggi, membuat warga tak bisa bertahan lagi di sana.
Dia juga memperlihatkan rumahnya yang sudah berkali-kali ditinggikan. Enam tahun yang lalu, air laut tingginya sudah sampai 60 centimeter. Tinggi air tersebut dia ukur melalui bekas air yang membekas di tembok rumahnya.
Baca Juga: Nikita Mirzani Tak akan Datang ke Polres Demak, Kecuali Dijemput Pelapor Pakai Private Jet
"Lihat rumah kami, ini sudah di urug dari permukaan air itu berjarak 60 senimeter enam tahun lalu. Kemarin sudah tenggelam lagi, berarti pertahunnya air ini naik sekitar 10 sentimeter lebih," keluhnya.
Jika tetap ingin tinggal di rumahnya, Sayidi harus meninggikan rumah. Untuk biaya meninggikan rumah juga tak murah. Sekali meninggikan dia harus menyiapkan uang sekitar Rp 60 juta.
"Biaya mahal meninggikan rumah, barangnya juga kan truck tak bisa sampai sini. Harus diangkut lagi dengan moda transportasi yang lebih kecil karena kondisi tanah tak kuat. Itu yang membuat biaya semakin mahal," ucapnya.
Ketua Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Tengah Fahmi Bastian menjelaskan, sejumlah laporan yang pernah dia baca, ada dampak bencana ekologi yang disebabkan perilaku manusia.
Di antaranya perluasan wilayah Tanjung Mas dan reklamasi Pantai Marina. Hal itu menjadi salah satu faktor beberapa wilayah di Sayung Demak terkena abrasi.
"Karena perubahan arus ombak di sana, yang di mana arus laut ini diubah karena adanya rekalmasi di Pantai Marina dan Tanjung Mas. Terlebih dalam konteks perubahan iklim juga mempengaruhi tak hanya di Demak, namu sepanjang pantai utara juga terpengaruh," bebernya saat ditemui beberapa hari lalu.
Pihaknya menilai, kondisi di pantai utara semkain tahun semaki parah. Satu sisi di pantai utara dibebani dengan industriasiasi yang sangat masif sehingga menyebabkan penurunan tanah di sana.
Di sisi lain, perubahan iklim dengan kebijakan energi fosil yang berlebihan menyebabkan naiknya suhu bumi dan air perumkaan laut.
"Penurunan tanah dan ditambah dengan air laut yang naik tersebut memeperparah dalam kontekas abrasai. Dan hilangnya tanah di Sayung semakain hari semakin masif," ucapnya.
Mitigasi wilayah mangrove yang menjadi salah satu alat untuk mengahambat laju abrasi, malah semakin berkurang. Hal inilah yang menyebabkan abrasi di Kecamatan Sayung semakin menggila.
Fahmi melanjutkan, jika Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Kabupaten Demak sudah diskusi kebencanaan di Sayung sejak tahun 2010. Bahkan dari beberapa negara, salah satunya Belanda masuk di Demak untuk melakukan riset mencari solusi.
"Namun itu hanya sekedar menjadi program saja," keluhnya.
Pakar Peneliti geodesi dari Institut Teknologi Bandung, Heri Andreas memprediksi, jika rob dan penurunan tanah yang ada di Kabupaten Demak tak ditangani secara serius pada tahun 2025 Demak akan tenggelam.
"Kalau permassalah yang ada di Demak itu tak diapa-apain jangan nunggu tahun 2050, tahun 2025 Demak juga akan tenggelam," ujarnya beberapa waktu yang lalu melalui zoom metting.
Kontributor : Dafi Yusuf
Berita Terkait
-
6 Kuliner Khas Demak yang Harus Dicicipi saat Lebaran
-
Jalur Alternatif Banjir Kaligawe Semarang Februari 2025, Pengendara Diimbau Lewat Sini
-
Sejarah Unik Masjid Agung Demak dalam Buku Wali Berandal Tanah Jawa
-
Adu Pukul hingga Tawuran antar Remaja saat Sholawatan di Alun-Alun Demak Viral: Otaknya Putus
-
Harga Bawang Merah jadi 'Mewah' Tembus Rp80 Ribu Per Kilo
Tag
Terpopuler
- Dedi Mulyadi Syok, Bapak 11 Anak dengan Hidup Pas-pasan Tolak KB: Kan Nggak Mesti Begitu
- JakOne Mobile Bank DKI Diserang Hacker? Ini Kata Stafsus Gubernur Jakarta
- Review Pabrik Gula: Upgrade KKN di Desa Penari yang Melebihi Ekspektasi
- Harga Tiket Pesawat Medan-Batam Nyaris Rp18 Juta Sekali Penerbangan
- Rekaman Lisa Mariana Peras Ridwan Kamil Rp2,5 M Viral, Psikolog Beri Komentar Menohok
Pilihan
-
IHSG Anjlok 8 Persen, Saham NETV Justru Terbang Tinggi Menuju ARA!
-
IHSG Terjun Bebas, Hanya 15 Saham di Zona Hijau Pasca Trading Halt
-
Tarif Impor Bikin IHSG Babak Belur, Bos BEI Siapkan Jurus Jitu Redam Kepanikan Investor
-
Harga Emas Antam Terpeleset Lagi Jadi Rp1.754.000/Gram
-
'Siiiu' Ala Zahaby Gholy, Ini Respon Cristiano Ronaldo Usai Selebrasinya Dijiplak
Terkini
-
10 Tips Menjaga Semangat Ibadah Setelah Ramadan
-
7 Pabrik Gula Tua di Jawa Tengah: Ada yang Jadi Museum hingga Wisata Instagramable
-
Jateng Menuju Lumbung Pangan Nasional, Gubernur Luthfi Genjot Produksi Padi 11,8 Juta Ton di 2025
-
One Way Lokal di Tol Salatiga-Kalikangkung Dihentikan: Puncak Arus Balik Lebaran 2025 Terlewati
-
Berkat BRI, Peluang Ekspor bagi Gelap Ruang Jiwa Terbuka Makin Lebar