Scroll untuk membaca artikel
Ronald Seger Prabowo
Kamis, 02 September 2021 | 11:37 WIB
Nur Hidayat menyelesaikan pesanan jahitan di konveksi miliknya di Desa Rambeanak, Kabupaten Magelang. [Suara.com/ Angga Haksoro Ardi]

SuaraJawaTengah.id - Imbas penutupan objek wisata di Magelang selama pandemi Covid berdampak meluas. Usaha souvenir di sekitar objek wisata satu persatu tumbang.

Salah satunya usaha konveksi yang dijalankan Nur Hidayat (35 tahun). Penyandang disabilitas ini biasa menerima order menjahit kaos untuk souvenir di kawasan Candi Borobudur.

“Dulu sebelum ada Corona saya punya tenaga 4 orang. Selama Corona kesulitan untuk pekerjaan. Saya pulangkan tenaga karena nggak ada kerjaan. Sepi,” kata Nur Hidayat saat dijumpai di rumahnya di Dusun Saragan, Desa Rambeanak, Kecamatan Mungkid, Rabu (2/9/2021).

Sebelum pandemi, usaha konveksi milik Nur Hidayat mampu memproduksi 1.800 kaos setiap minggu. Upah menjahit satu kaos Rp 850.

Baca Juga: LBH Medan Buka Posko Pengaduan Pelanggaran HAM Covid-19 di Sumut

Omzet dari pengerjaan kaos souvenir Borobudur diperkirakan sebesar Rp 6.120.000 setiap bulan. “Nanti kan dipotong untuk beli benang, listrik. Terus sisanya karena disini kerja sistem kekeluargaan, saya buka ini ada uang segini nanti dibagi," ujarnya.

Dari usaha konveksi ini Nur Hidayat mampu membangun rumah sederhana dan membeli 4 mesin jahit listrik.

Mulai awal pandemi sekitar Maret 2020, jumlah pesanan kaos untuk souvenir Borobudur berkurang drastis hingga akhirnya berhenti sama sekali. Ditambah juragan langganan membuat kaos di konveksi Nur Hidayat, meninggal tertular Covid.

“Kemarin kita tertolong sama (pesanan membuat) masker. Masker dari Puskesmas Mungkid. Kadang bikin 50 lusin. Terakhir kemarin itu cuma 10 lusin,” kata Nur Hidayat.

Nur Hidayat bukan penduduk asli Magelang. Dia perantauan asal Bogor, Jawa Barat yang kebetulan mendapat istri warga Desa Rambeanak.

Baca Juga: Ayah Vicky Prasetyo Meninggal Dunia Pasca Terpapar Virus Covid-19

Keterampilan menjahit didapat Nur Hidayat dari kursus selama 1 tahun di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Penyadang Disabilitas Fisik (BBRSPDF) Prof Dr Soeharso Solo.

Kaki kanan Nur Hidayat tidak berkembang sempurna sejak kecil. Sempat mengenyam pendidikan hingga STM di sekolah formal, dia mendapat kesempatan kursus keterampilan di BBRSPDF Soeharso yang sering disebut juga Rehabilitasi Centrum (RC) Solo.

Sempat berpindah-pindah kerja di perusahaan garmen dan konveksi di Yogyakarta, Semarang, dan Solo, sekitar tahun 2013 Nur Hidayat memutuskan menetap di Magelang.

Sebelum memiliki usaha sendiri, Nur Hidayat pernah menjadi penjahit panggilan di sejumlah konveksi. Mengendarai sepeda ontel, dia berpindah-pindah menjahit di konveksi sekitaran Candi Pawon, Dagi, Ngaran Ngisor, dan Bumirejo.

“Dulu disini penjahit masih jarang. Pertama kali dikenalkan sama juragan, saya dibawa temen. Juragan awalnya bilang gini, ‘kok bawa temen kayak gitu. Apa bisa jahit kondisinya kayak gitu’," paparnya.

Nur Hidayat kemudian meminta bahan dan langsung mempraktikan keahliannya menjahit. Hasilnya satu kaos selesai dijahit dalam waktu kurang dari setengah jam.

“Dia kaget. Besoknya ada kerjaan, saya dipanggil dapat 30 kaos selesai setengah hari. Dia lebih kaget lagi ‘kok bisa top skor sekali. Dulu saya punya tenaga 3, kaos 20 saja nggak jadi. Kok ini bisa jadi’. Disitu saya jadi andalan. Tiap ada kerjaan nunggu saya,” kata Nur Hidayat.

Sejak saat itu nasib Nur Hidayat berubah. Dia mendapat pinjaman mesin jahit dari sang juragan untuk membuka usaha konveksi sendiri di rumah.

Dari hasil menabung, 4 mesin jahit itu kemudian bisa dibelinya seharga Rp 12 juta. Tapi karena orderan berkurang selama pandemi, 1 mesin jahit terpaksa dijual untuk membiayai kebutuhan hidup sehari-hari.

“Kaos kan sudah ajeg tiap seminggu sekali. Yang tadinya kita ngerjain dari kaos Borobudur satu pesenan itu rame. Sekarang blas, malah person saja hanya beberapa saja yang masuk," tegas dia.

Saat ini Nur Hidayat hanya menggantungkan pemasukan dari menjahit perorangan yang ongkosnya hanya cukup untuk makan sehari-hari. Dia bahkan belum tahu nasibnya kedepan jika nantinya wisata Borobudur kembali dibuka.   

“Ini samar-samar besok mau dilanjutkan sama anaknya atau nggak. Kalau nggak ya nanti saya ambil di juragan lainnya. Cari. Nanti kalau Borobudur sudah buka lagi," pungkasnya.

Kontributor : Angga Haksoro Ardi

Load More