Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Jum'at, 03 September 2021 | 17:24 WIB
Yusnan Iguna menunjukkan salah satu wayang yang dibuat‎ dari berbagai macam limbah di Kabupaten Tegal. [Suara.com/F Firdaus]

SuaraJawaTengah.id - ‎Selama pandemi Covid-19 dan penerapan kebijakan PPKM, pemerintah menutup tempat publik dan obyek wisata. Kebijakan ini pun berdampak pada warga yang mendapat penghasilan dari keramaian di tempat-tempat tersebut.

Salah satunya adalah seorang penjual mainan, Yusnan Iguna (31). Sudah lebih dari setahun, warga Desa Pengabean, Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal itu menganggur karena tempat-tempat keramaian dan wisata ditutup.

"Tempat-tempat keramaian dan wisata banyak yang tutup, lockdown, jadi tak bisa jualan," kata Yusnan, Jumat (3/9/2021).

Tak mau hanya berdiam di rumah, kondisi itu memantik Yusnan untuk berkreasi. Memanfaatkan berbagai jenis sampah dan barang-barang yang sudah tidak terpakai, dia membuat wayang yang disebutnya sebagai wayang limbah.

Baca Juga: Sudah Lekang Dimakan Zaman, Seniman Wayang Golek Makin Terhimpit Dihantam Pandemi

"Saya membuatnya di sela membantu istri jualan online," katanya.

Limbah yang dimanfaatkan di antaranya botol air mineral, plastik kresek, bungkus kopi, dan kain perca. Limbah-limbah tersebut dipadukan sedemikian rupa dengan modal korek api, lem, dan selotip hingga menjadi sebuah wayang.

Yusnan mengaku awalnya iseng membuat wayang untuk mengisi waktu selama tidak dapat berjualan maian.‎ Pria yang kebetulan juga menyukai wayang itu belajar secara otodidak.

"Awalnya bikin wayang pring (bambu), tapi karena berat, ingin ganti yang agak ringan. ‎Terus saya lihat botol plastik, nyoba bikin, ternyata jadi, tapi tidak langsung bagus. Saya belajar terus, berkembang, akhirnya menemukan sendiri ukuran yang pas, bentuk yang pas pakai bermacam limbah," ujarnya.

sampah di pantai [shutterstock]

Selain bagian tubuh dan kepala, bagian tangan yang awalnya menggunakan bambu diganti menggunakan bungkus kopi kemasan. Kemudian kain perca digunakan sebagai pakaian yang dikenakkan wayang. Sedangkan plastik kresek dimanfaatkan untuk pewarnaan. 

Baca Juga: Gandeng Penjahit Keliling, Siswa SMA Ini Hasilkan GreenPots dari Limbah

‎"Saya sengaja nggak pakai cat. Untuk pewarnaan pakai plastik kresek. Itu kan warna-warni, ada yang bening, putih, hitam, merah, kuning, hijau, seadanya saja," ujarnya.

Yusnan membutuhkan waktu tiga hari untuk membuat satu jenis wayang. Sementara bahan-bahan yang dibutuhkan antara lain enam botol air mineral dan belasan plastik kresek.

Sampah yang digunakan untuk membuat wayang tersebut didapatkan Yusnan di rumah dan lingkungan di sekitar tempat tinggalnya. Dia mencontohkan kain perca untuk pakaian wayang didapatkan dari tetangganya yang seorang tukang jahit.

"Saya prinsipnya nggak beli untuk bahan-bahannya, karena nggak mau nambah volume sampah plastik. jadi memanfaatkan yang ada," katanya.

Keprihatinan dengan keberadaan sampah plastik di lingkungannya menambah motivasi Yusnan untuk mengolahnya menjadi wayang.‎ Dia berharap sampah-sampah yang tidak mudah terurai bisa berkurang.

"Saya prihatin dengan sampah plastik di sekitar lingkungan, di rumah, jadi saya olah saja jadi wayang. Kebetulan saya suka wayang, suka karya seni. ya sudah, akhirnya saya berani nyebut ini wayang limbah. Soalnya semuanya dibikin dari limbah, tdk ada yang beli baru,” ucapnya.

‎Selain mengurangi limbah, Yusnan juga ingin melestarikan budaya dengan caranya sendiri. "Anak jaman sekarang kan tidak semuanya kenal wayang," ujar dia.

Yusnan sudah memiliki rencana untuk menjual wayang limbah yang dibuatnya sekaligus memotivasi orang lain untuk mendapat penghasilan dari limbah.‎ Terlebih sudah ada beberapa orang yang tertarik membeli. 

"Saya ingin jual wayang limbah ini seharga wayang panggung. Rp300 - 500 ribu untuk satu buah," ungkapnya.

Kontributor : F Firdaus

Load More