Scroll untuk membaca artikel
Ronald Seger Prabowo
Sabtu, 16 Oktober 2021 | 17:21 WIB
Aep memeriksa filter untuk menyaring air payau menjadi air tawar menggunakan Sidesi Mas yang memanfaatkan PLTH bantuan CSR Pertamina bekerjasama dengan PNC di Dusun Bondan, Desa Ujungalang, Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap, Rabu (6/10/2021). [Suara.com/Anang Firmansyah]

SuaraJawaTengah.id - Musim kemarau jadi kenangan masa-masa sengsara bagi masyarakat Dusun Bondan di Desa Ujungalang, Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap. Dahulu, saat musim kemarau tiba, persoalan kesulitan air bersih mengancam di hadapan mata.

Untuk memenuhi kebutuhan air bersih di musim kemarau, warga Dusun Bondan mesti berpeluh keringat. Di musim kemarau, air bersih hanya bisa didapatkan dari mata air di Pulau Nusakambangan. Dari Dusun Bondan, menyeberangi Laguna Segara Anakan, untuk menuju ke Nusakambangan bukanlah perjalanan mudah. Warga mesti menggunakan perahu dengan waktu tempuh selama 3 jam. 

Muhammad Saepullah, warga Bondan mengalami persoalan itu selama 20 tahun. Pria berusia 32 tahun yang akrab disapa dengan panggilan Aep ini, mulai menetap di Dusun Bondan sejak tahun 1998. Saban kemarau tiba, ia tahu, bakal menjalani kehidupan sehari-hari yang tak mudah baik secara fisik, psikis, maupun ekonomi. 

“Kalau ambil air bersih di Nusakambangan, biaya untuk bahan bakar perahunya saja Rp 200 ribu. Belum harus bayar untuk ambil air bersihnya. Per jerigen Rp 5 ribu. Tapi resikonya kadang sudah jalan jauh tapi tidak kebagian," kata Aep mengingat perjuangan dahulu, Rabu (6/10/2021).

Baca Juga: Integrasi NIK dan NPWP, Puan Maharani: Perlu Pengamanan Berlapis dari Sisi Teknologi

Aep mengenang, demi mendapat air bersih di musim kemarau, ia mesti berebut dengan warga lain. Pagi buta, ia mesti menghidupkan mesin perahu menuju sumber mata air di Nusakambangan. Perjalanan selama 3 jam di Laguna Segara Anakan membuat tubuhnya menggigil. Tapi kegelapan telah jadi hal biasa bagi Aep. Pasalnya, Aep dan warga lain di Dusun Bondan bertahun-tahun pula hidup tanpa aliran listrik.

Perubahan di Dusun Bondan

Baru di tahun 2017, keadaan Desa Bondan lambat laun berubah. PT Kilang Pertamina Internasional Unit Cilacap melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) membangun Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid (PLTH) dengan daya 16.200 Watt Peak secara bertahap di Desa terpencil ini.

Setelah masuknya PLTH pada tahun 2017, Pertamina mulai mengembangkan pembangunan Sistem Desalinasi Berbasis Masyarakat (Sidesi Mas). Fungsi Sidesi Mas mengubah air payau menjadi air tawar. Pertamina menjalin kerjasama dengan Politeknik Negeri Cilacap (PNC) dalam membangun Sidesimas. 

Secara resmi warga mulai memanfaatkan Sidesimas pada tahun 2020. Air jernih yang dihasilkan dari Sidesimas sudah teruji klinis oleh Dinas Kesehatan Cilacap. Sejak saat itulah masyarakat terbebas dari kelangkaan air bersih saat musim kemarau tiba.

Baca Juga: GoCorp dari Gojek, Layanan Hemat Biaya Transportasi untuk Perusahaan

Aep dan warga cukup membayar iuran sebesar Rp 1.500 per jerigen. Iuran itu digunakan untuk perawatan alat Sidesimas jika butuh penggantian filter atau saat terjadi kerusakan. Aep ditunjuk sebagai teknisi mesin Sidesi Mas. 

Petugas memeriksa panel solar cell yang dihasilkan dari PLTH untuk menghidupkan listrik dan alat Sidesi Mas bantuan CSR Pertamina bekerjasama dengan PNC di Dusun Bondan, Desa Ujungalang, Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap, Rabu (6/10/2021). [Suara.com/Anang Firmansyah]

"Saya mengambil bahan bakunya dari tambak. Setelah itu ditampung di tandon dan diendapkan selama satu malam untuk menjaga keberlanjutan dari saringannya. Baru saya menghidupkan mesin yang ada di dalam seperti filter dan juga membran. Filter digunakan untuk menyaring kotoran, sedangkan membran untuk memisahkan air payau dan tawar," cerita Aep.

Untuk pengoperasian mesin dalam sehari dilakukan dua kali. Satu pengoperasian membutuhkan waktu delapan jam. Hal ini bertujuan agar mesin bisa diistirahatkan. Dalam satu hari, Sidesimas bisa menghasilkan 2.000 liter air tawar. 

Saat ini, masyarakat memang mamang harus datang ke sumber air. Pasalnya, belum terbentuk jalur pipanisasi.

"Masyarakat dalam satu hari dijatah per satu rumah 5 jerigen. Isinya 30 liter. Air desalinasi ini bisa untuk dikonsumsi hanya saja harus direbus dahulu. Sama halnya seperti air hujan. Jadi tidak berbahaya," kata Bondan.

Dalam sehari total seluruh masyarakat Dusun Bondan menghabiskan maksimal 1.000 liter air. Keberadaan Sidesi Mas mengurangi beban masyarakat tanpa harus membeli ke Pulau Nusakambangan. 

"Ini khusus untuk warga sini saja. Karena dusun tetangga kan sudah teraliri air dari kota," jelasnya.

Kepala Dusun Bondan, Irawan menjelaskan jumlah Kepala Keluarga yang menetap di Dusun Bondan sebanyak 74 KK terdiri dari 202 jiwa. Warga Bondan, 100 persen merupakan pendatang dari Jawa Barat. Sebagian besar warga berasal dari Kabupaten Karawang yang berpindah ke Dusun Bondan pada tahun 1997 silam. 

"Yang memanfaatkan PLTH sekitar 40 rumah. Sisanya mendirikan panel surya sendiri. Karena jaraknya dari sini cukup jauh. Jadi belum memungkinkan untuk menyambung listrik dari PLTH," tuturnya.

Masyarakat Dusun Bondan menggantungkan hidup dari beternak tambak ikan dan udang. Baru setelah listrik masuk, beberapa warga mendirikan UMKM mengolah kerupuk udang. Perlahan, kegiatan ekonomi pun turut tumbuh berkat PLTH ini.

"Saya menjabat disini baru tahun 2019. Kalau aslinya warga Ujungalang. Jaraknya sekitar 30 menit dari sini naik perahu. Sebelum ada listrik di sini itu menurut warga sangat susah, terlebih untuk belajar saat malam hari. Sama sekali tidak bisa menggunakan elektronik. Warga hanya mengandalkan pencahayaan dari sentir atau lampu minyak," terangnya.

Mengawal Kemandirian Ekonomi Warga

Pejabat Sementara (Pjs) Area Manager Communication, Relations dan CSR PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Unit Cilacap, Ibnu Adiwena menjelaskan program PLTH menjadi program CSR dimaksudkan untuk pengentasan daerah 3T (terluar, tertinggal dan terpencil).

"Pada awalnya masyarakat Dusun Bondan itu sulit untuk mendapatkan akses listrik. Lantas kami meniru satu permodelan dari Pantai Pandansimo di Yogyakarta. Di daerah tersebut ekonomi tidak tumbuh. Tapi kemudian diinisiasi permodelan menggunakan PLTH kombinasi kincir angin dengan solar panel dan akhirnya ekonomi dapat tumbuh sebesar 60 persen," katanya.

Ibnu mengatakan, anggaran CSR 2021 sudah tersalurkan sebesar Rp 875 juta untuk keseluruhan di Kabupaten Cilacap. Program di Dusun Bondan sendiri sudah berlangsung sejak beberapa tahun lalu. Program dimulai dengan pemetaan persoalan warga di Dusun Bondan.

"Kompleksitas permasalahan sosialnya cukup tinggi di sana. Pertama tidak ada listrik, terus kesulitan air bersih dan kekuatan ekonominya lemah. Pada awal membangun (Sidesi Mas-red) sangat besar (biaya-red), tapi kebelakang karena mereka sudah mulai mandiri, sudah bisa kita kurangi terus," jelasnya.

Untuk mendukung gerakan ekonomi rakyat, Pertamina juga tengah mengupayakan terbentuknya koperasi di dusun Bondan. Tujuannya, agar warga dapat lebih mandiri secara ekonomi dan belajar membangun organisasi ekonomi yang dimiliki dan dioperasikan oleh warga demi kepentingan bersama.

"Mungkin setelah koperasi berdiri kita bisa memasok gas elpiji yang bersubsidi. Karena mereka kan masuk kategori daerah 3T. Setelah ini semoga produk-produk kami bisa masuk juga," kata Ibnu memproyeksikan program-program Pertamina untuk mendukung daulat ekonomi warga Dusun Bondan.

Kontributor : Anang Firmansyah

Load More