Scroll untuk membaca artikel
Ronald Seger Prabowo
Minggu, 21 November 2021 | 09:04 WIB
Penghobi dan peternak burung merpati, Yunius Martin (41) di salah satu kandang miliknya di Desa Mejasem Timur, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal. [Suara.com/ F Firdaus]

"Saya pernah buat sayembara merpati bernama Angin Hitam. Dari 2019 sampai sekarang belum ketemu. Kalau ketemu saya kasih Rp30 juta. Sebelumnya saya buat sayembara merpati Bola Emas hadiahbRp30 juta, ketemu," ujarnya.

Baru-baru ini, jumlah merpati yang dirawat Yunius bertambah. Ini setelah dia bersama tiga orang sesama penghobi merpati membeli merpati bernama Rampok dengan harga Rp2 miliar. Merpati kolong yang dibeli dari seorang warga Bekasi itu harganya fantastis karena selalu juara di lomba.

‎"Terkait harga merpati kenapa bisa fantastis, itu banyak faktor yang menentukan. Misal kredibilitas atau kemampuan peternaknya, materi untuk ternak, dan perawatan. Kemudian kiprah peternak dalam mengikuti lomba merpati di berbagai tempat, berapa banyak prestasinya," jelasnya.

Menurut Yunius, Jawa Tengah, khususnya Tegal, Brebes dan Pekalongan merupakan barometer bagi penghobi merpati di Indonesia. Di tiga daerah itu kerap digelar lomba merpati kolong dengan hadiah fantastis, seperti mobil dan diikuti banyak penghobi merpati dari luar kota.

Baca Juga: Menurut Ahli Primbon Jawa, Ini 7 Tanda Jodoh Semakin Dekat

"Jadi ketika ada merpati dari manapun datang dan bisa menjuarai event di Tegal, atau Pekalongan itu pasti harganya melambung dan banyak diburu penghobi merpati," ujar dia.

Yunius menyebut permainan merpati adalah budaya yang hanya ada di Indonesia. ‎Kekhasan itu menurtunya harus dijaga agar tidak diklaim negara lain.

‎"Siapa tahu pemerintah mau melirik karena ini budaya asli Indonesia. Jangan sampai nanti setelah makin luas, negara tetangga ikut, nanti diklaim," ucapnya.

Kontributor : F Firdaus

Baca Juga: 15 Kapal Nelayan di Tegal Terbakar

Load More