Scroll untuk membaca artikel
Ronald Seger Prabowo
Kamis, 16 Desember 2021 | 20:37 WIB
Sawinah, PRT asal Semarang berada di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah. [Suara.com/Dafi Yusuf)]

SuaraJawaTengah.id - Dada terasa sesak tatkala Sawinah (54) bercerita tentang pengalaman pahitnya selama bertahun-tahun dia bekerja menjadi pekerja rumah tangga (PRT) di Kota Semarang, Jawa Tengah. 

Selama puluhan tahun, ibu tiga anak ini sehari-harinya menggantungkan hidup sebagai pekerja rumah tangga (PRT) dengan gaji yang tak sebanding. 

Bayangkan saja, dalam satu bulan dia hanya diberi upah Rp 800 ribu oleh majikannya. Sementara, kebutuhan hidup sehari-hari dia harus memberi makan tiga anaknya. 

"Saya sudah bekerja sebagai PRT selama 15 tahun," jelasnya saat bercerita kepada SuaraJawatengah.id, Kamis (16/12/2021). 

Baca Juga: PRT di Jogja Rawan Jadi Korban Kekerasan, Serikat Tunas Mulya Sebut Ada 3 Kasus sejak 2019

Padahal, selama bekerja Sawinah selalu jalan kaki. Dia tak berani naik angkutan umum karena upahnya tak cukup. Hal itulah yang membuat dia puluhan tahun terpaksa bekerja dengan jalan kaki. 

Namun, Sawinah kini tak bisa lagi bekerja. Semenjak dirinya sakit sang majikan telah memberhentikannya tanpa memberikan pemberitahuan dan pesangon.

"Waktu itu badan meriang, kaki keseleo. Sampai 10 hari libur. Pas mau masuk kerja lagi katanya udah engga usah masuk kerja lagi libur selamanya wae. Lalu saya diberhentikan tanpa diberi pesangon," katanya menceritakan. 

Selang beberapa lama, Sawinah akhirnya mendapatkan pekerjaan baru. Namun, lagi-lagi dia tak diberlakukan secara adil. Pengalaman yang sama juga terjadi setelah dia pindah pekerjaan di tempat lain.

"Waktu saya izin sakit di tempat kerja saya dipaksa berangkat tapi saya engga bisa dia (majikan) marah-marah. Akhirnya saya diberhentikan," ucapnya. 

Baca Juga: PSIS Semarang Akhiri Kontrak Brian Ferreira

Saat itu, dia tak diberi gaji. Selama dia bekerja malah mempunyai hutang. Alhasil upahnya yang seharusnya Rp 1,2 juta hanya dikasih Rp 600 ribu. 

"Engga diberi gaji malah punya tunggakan beberapa hari. Harusnya sebulan dapat Rp 1,2 juta tapi dikasihnya cuma Rp 600.000," ungkapnya. 

Sawinah berharap bisa mendapatkan pekerjaan yang layak untuk menyambung hidup. Selain itu, ia juga berharap ada jaminan perlindungan terhadap PRT terutama perempuan.

"Saya kepengen dapat pekerjaan yang layak dan dapat jaminan perlindungan kerja," ungkapnya.

PRT Tak Dapat Perlindungan Hukum

Perwakilan kualisi aktivis Semarang, Nur Khasanah mengatakan, selama ini, PRT memang tak banyak disentuh oleh pemerintah. Padahal bangak kasus perbudakan dan pelanggaran kontrak kerja yang dialami PRT

Selain itu, indakan pimpinan DPR RI bertentangan dengan ideologi kemanusiaan dan keadilan sosial yang selalu diperjuangkan Proklamator Indonesia.

"Padahal Bung Karno dulu menghormati pekerja rumah tanggaa seperti Sawinah. Cucunya malah sebaliknya," jelasnya saat ditemui beberapa waktu yang lalu. 

Puan justru mengagendakan usulan-usulan RUU lain yang belakangan masuk badan musyawarah (Bamus), jauh setelah RUU PPRT diusulkan ke Bamus. Usulan tersebut terjadi dalam rapat Bamus yang terjadi pada pekan lalu. 

"Tugas legislasi Badan Legislasi (Baleg) DPR terkait pengusulan (RUU PPRT) sebagai hak inisiatif DPR dihentikan oleh Pimpinan  DPR," ucapnya.  

Dua fraksi yang menjadi mayoritas di DPR, yakni Fraksi Partai GOLKAR (FPG) dan Fraksi PDIP (FPDIP) menolak membawa RUU PPRT untuk dibahas di Rapat Paripurna. Perlakuan diskriminatif terhadap usulan Baleg ini menunjukkan adanya ketidakberpihakan dari pimpinan DPR RI.

"Khususnya dari FPG dan FPDIP kepada nasib jutaan PRT di Indonesia," paparnya.

Kontributor : Dafi Yusuf

Load More