Budi Arista Romadhoni
Jum'at, 21 Januari 2022 | 10:26 WIB
Ketika SBMI dan Greenpeace melakukan aksi di depan Kantor Gubernur Jateng. [suara.com/Dafi Yusuf]

Di kapal yang kedua, dia mengalami permasalahan yang berbeda. Perusahaan kapal itu belum memberikan gaji kepada Boy selama beberapa bulan.

Sampai saat ini Boy masih memperjuangkan upahnya yang belum diberikan oleh perusahaan. Dia tak akan menyerah, apa yang menjadi haknya akan terus dia tagih.

"Sudah enam bulan gaji saya juga belum diberikan," katanya.

Dalam hal ini, Boy tak sendirian. Terdapat sekitar 150 laporan ABK yang sudah melapor ke Serikat Buruh Migran Indonsia (SBMI) Cabang Tegal. Pandemi Covid-19, disinyalir turut mempengaruhi perbudakan yang dialami oleh ABK.

Sekretaris SBMI Tegal, Erni membenarkan jika sudah ada ratusan ABK yang melapor ke SBMI. Laporan dari ABK juga bermacam-macam, mulai dari kekerasan hingga tak sampainya gaji ABK kepada keluarga.

"Jadi kalau ABK itu gajinya dibagi dua, ada yang dikasih di kapal dan ada  juga yang dikasih atau ditransfer kepada keluarga," jelasnya.

Selain tergiur dengan janji manis soal gaji, para korban terpaksa menjadi ABK di kapal asing karena desakan ekonomi selama pandemi.

Banyak yang beranggapan mencari pekerjaan saat pandemi cukup sulit. Dengan tawaran menjadi ABK dengan iming-iming gaji yang cukup besar membuat banyak warga yang tertarik menjadi ABK di kapal asing.

"Kebanyakan karena desakan ekonomi saat pandemi, sebagian besar korban tak mempunyai pengetahuan yang mumpuni soal dunia laut," ucapnya.

Baca Juga: Diduga Jatuh ke Perairan Merak saat Mancing, ABK KMP Suki 2 Masih dalam Pencarian

Selain itu, para ABK yang bekerja di kapal tersebut tak melalui training. Hal itu membuat para ABK kesulitan berkomunikasi dengan kapten kapal karena terkendala bahasa.

"Jadi biasanya mereka pakai bahasa isyarat," paparya.

Berdasarkan data SBMI mayoritas agency yang menyalurkan ABK ke kapal asing ilegal. Kurang lebih hanya ada 10 agency yang sudah terdaftar, itupun tak semuanya  patuh dengan peraturan.

"Kalau yang ilegal itu ada 45 agency di sekitar Tegal, Pemalang dan Pekalongan," ujarnya.

"Kalau dalam peraturannya untuk menjadi tenaga migran  harus diikutkan di jaminan kesehatan sosial, namun kebanyakan malah tak diasuransikan oleh perusahaan," imbuhnya.

Jika dia lihat banyak perusahaan kapal yang tak menerapkan asuransi kecelakaan kepada ABK. Bahkan, banyak juga ABK yang dipaksa tetap bekerja meski dalam keadaan sakit.

Load More