Scroll untuk membaca artikel
Ronald Seger Prabowo
Rabu, 16 Februari 2022 | 22:50 WIB
Orang tua Zidan Muhammad Faza, taruna PIP Semarang yang tewas dianiaya seniornya, Rif'an, memberikan keterangan di PN Semarang, Rabu. [ANTARA/ I.C.Senjaya]

SuaraJawaTengah.id - Kepala Pusat Pembangunan Karakter Taruna Dan Perwira Siswa Politeknik Ilmu Pelayaran atau PIP Semarang, Janny Adriani Djari, diperiksa sebagai saksi dalam sidang kasus tewasnya Zidan Muhammad Faza setelah dianiaya lima taruna seniornya.

Dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Arkanu di PN Semarang, Rabu, saksi menjelaskan tentang aturan pembinaan disiplin di lingkungan pendidikan tersebut.

Menurut dia, PIP melarang penggunaan pembinaan fisik, terutama pembinaan yang dilakukan dengan kontak fisik.

Ia juga mengaku tidak tahu soal pembinaan fisik yang dilakukan taruna senior kepada juniornya.

Baca Juga: PIP Semarang Siapkan SDM untukWujudkan Konektivitas Logistik

"Tidak tahu soal tradisi pembinaan fisik dan memang itu dilarang," katanya.

Menurut dia, taruna senior tidak memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan disiplin terhadap juniornya.

Ia juga menyebut tidak pernah ada taruna yang melapor karena telah mendapat tindakan pembinaan fisik oleh seniornya.

Sementara saksi lain yang dihadirkan dalam persidangan yakni Rif'an, ayah dari korban Zidan Muhammad Faza.

Menurut Rif'an, sempat disampaikan informasi bohong oleh rekan dan salah seorang pelaku tentang kematian anaknya itu.

Baca Juga: Nah Lho! Polisi Dalami Dugaan Kelalaian PIP Semarang Atas Kasus Tewasnya Taruna

Ia mengaku baru mengetahui kematian anaknya akibat dianiaya oleh para seniornya itu beberapa hari setelah kejadian.

Ia menambahkan dokter di RS Roemani tempat anaknya dilarikan untuk mendapat pertolongan juga sudah menyatakan jika ada luka lebam di bagian dada serta dahi.

"Saya tidak tahu soal tradisi pembinaan fisik di kampus dan anak saya tidak pernah cerita," tegasnya.

Lima taruna PIP Semarang didakwa menganiaya hingga tewas Zidan Muhammad Faza, taruna junior mereka di lembaga pendidikan milik pemerintah itu.

Kelima terdakwa, masing-masing Caecar Richardo Bintang Samudra Tampubolon, Aris Riyanto, Andre Arsprilla Arief, Albert Jonathan Ompusungu, dan Budi Dharmawan.

Load More