SuaraJawaTengah.id - Peraturan baru pencairan jaminan hari tua (JHT) yang dikeluarkan Kementerian Ketenagakerjaan dinilai bisa memperparah kondisi kemiskinan di Jateng.
Hal itu ditegaskan anggota Fraksi Partai Gerindra di DPRD Provinsi Jawa Tengah, Yudi Indras Wiendarto, Jumat (18/2/2022).
"JHT bisa memperparah angka kemiskinan di Jateng, korelasinya adalah cukup tingginya angka pemutusan hubungan kerja (PHK) yang ada di Jateng," kata Yudi Indras Wiendarto dikutip dari ANTARA, Jumat (18/2/2022).
Ia menjelaskan, ada tiga alasan utama mengapa pihaknya menolak aturan pencairan JHT dan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT harus direvisi.
Pertama, pandemi COVID-19 membuat dunia usaha belum stabil dan kondisi pekerja juga belum menentu.
Berdasarkan data dari Pemprov Jateng pada periode 2021, tercatat ada 11.438 pekerja Jateng terkena PHK akibat pandemi COVID-19.
Menurut dia, jumlah itu belum ditambah dengan adanya 32.132 pekerja yang terpaksa dirumahkan dengan alasan yang sama sehingga jika ditotal ada 65 ribuan pekerja yang terdampak kondisi pandemi.
"Mari sama-sama kita tengok angka PHK di masa pandemi itu besar. Aturan itu akan membuat pekerja yang terkena PHK, kondisi ekonomi belum stabil akan tambah susah," ujarnya.
Alasan kedua, lanjut dia, jika dana JHT "ditahan", sedangkan pekerja terkena PHK membutuhkan dana tersebut maka akan menambah beban pemerintah daerah.
"Kondisi itu akan menambah potensi kemiskinan di Jateng sebagaimana data BPS Jateng, masih ada 3,93 juta orang miskin di Jateng per September 2021, dan jika dipersentase ada kenaikan jumlah penduduk miskin Jateng 0,06 persen dalam tiga tahun," ujarnya.
Baca Juga: Masyarakat Khawatir Aturan Baru Pencairan JHT, Moeldoko Klaim Keuangan Negara Aman
Ia mengungkapkan ada beberapa daerah di Jateng dengan kemiskinan tinggi dimana per September 2021, angka kemiskinan di Kabupaten Kebumen (17,83 persen), Kabupaten Wonosobo (17,67 persen, Brebes (17,43 persen), Purbalingga (16,24 persen), Banjarnegara (16,23 persen), dan Pemalang (16,56 persen).
"Dengan persentase itu, maka angka kemiskinan di Jateng berpotensi tambah, maka imbas berikutnya adalah butuh dana alokasi dari APBD yang lebih besar untuk 'mengcover' program-program pengentasan kemiskinan," katanya.
Kemudian alasan ketiga adalah dana JHT merupakan hak pekerja, maka sudah semestinya aturan dibuat dengan mendengarkan masukan dari pekerja.
"Ini uangnya pekerja, jangan ditahan. Kalau buat kebijakan hendaknya melibatkan pekerja, jadi lebih komprehensif," ujar Yudi Indras.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Motor Matic Paling Nyaman & Kuat Nanjak untuk Liburan Naik Gunung Berboncengan
- 4 Rekomendasi Cushion dengan Hasil Akhir Dewy, Diperkaya Skincare Infused
- Diminta Selawat di Depan Jamaah Majelis Rasulullah, Ruben Onsu: Kaki Saya Gemetar
- 5 HP OPPO RAM 8 GB Terbaik di Kelas Menengah, Harga Mulai Rp2 Jutaan
- Daftar Promo Alfamart Akhir Tahun 2025, Banyak yang Beli 2 Gratis 1
Pilihan
-
Seni Perang Unai Emery: Mengupas Transformasi Radikal Aston Villa
-
Senjakala di Molineux: Nestapa Wolves yang Menulis Ulang Rekor Terburuk Liga Inggris
-
Live Sore Ini! Sriwijaya FC vs PSMS Medan di Jakabaring
-
Strategi Ngawur atau Pasar yang Lesu? Mengurai Misteri Rp2.509 Triliun Kredit Nganggur
-
Libur Nataru di Kota Solo: Volume Kendaraan Menurun, Rumah Jokowi Ramai Dikunjungi Wisatawan
Terkini
-
Lelang on The Street, BRI Sapa Warga di CFD Blora, Kenalkan Peluang Investasi dan Kemudahan BRImo
-
La Suntu Tastio: Layanan Digital BRI Membuat Pengelolaan Keuangan Usaha Jadi lebih Praktis
-
Kolaborasi Lintas Budaya, BRI dan PSMTI Jawa Tengah Gelar Pengajian Kebangsaan di MAJT Semarang
-
Konektivitas Aceh Pulih, Kementerian PU Janjikan Jembatan Permanen
-
Urat Nadi Aceh Pulih! Jembatan Krueng Tingkeum Dibuka, Mobilitas Kembali Normal