Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Kamis, 24 Maret 2022 | 07:59 WIB
Parsan tengah melukis poster film yang akan diputar di Bioskop Rajawali Purwokerto, Rabu (23/3/2022). [Suara.com/Anang Firmansyah]

SuaraJawaTengah.id - Dua dekade ini, industri perfilman di Indonesia semakin berkembang. Kemajuan teknologi juga turut andil dalam kemajuan perfilman di tanah air. Salah satu media yang juga menjadi paramarter suksesnya produk film adalah bioskop.

Berbeda dengan lokasi bioskop lainnya. Warga Purwokerto pasti sangat familiar dengan Bioskop Rajawali. Meski teknologi sudah maju, bioskop legendaris ini tetap memiliki karakter kuat jika diamati dengan seksama.

Para pecinta film di Purwokerto tentu tidak asing dengan poster film yang terpampang berjajar di atas bangunan berumur 40 tahun ini. Di lokasi ini, masih mempertahankan lukisan manual untuk promosi film yang sedang dan akan diputar.

Dari awal bioskop ini berdiri sejak tahun 1980, lukisan poster film di Bioskop Rajawali masih menghiasi hingga tahun 2022. Hal inilah yang kemudian menjadi karakter kuat Bioskop Rajawali Purwokerto.

Baca Juga: Dampak Siklon Tropis Charlotte, BMKG Sebut Jawa Tengah Berpotensi Diiguyur Hujan Lebat Disertai Angin Kencang

Adalah Parsan (56), sosok dibalik lukisan poster film yang terpampang di gedung bioskop setempat. Ia mengaku sudah puluhan tahun menggeluti profesi pelukis poster film. Di tangan dinginnya, gambar-gambar yang tercetak digital diubahnya menjadi lukisan manual di atas triplek hitam berukuran 220 x 110cm.

Awal mula melukis poster film, ia tidak merasa percaya diri. Namun lambat laun, pemilik gedung Bioskop Rajawali mempercayakan penuh pada dirinya untuk menjadi seniman tetap di lokasi ini.

"Awalnya dulu tukang lukisnya keluar karena sudah sepuh. Terus saya ngomong tidak bisa gambar, paling cuma mirip-mirip saja. Tapi malah dipercaya dari tahun 1990 sampai sekarang," katanya saat ditemui Suara.com, Rabu (23/3/2022) sore.

Ia mulai menjadi bagian "keluarga" Bioskop Rajawali sejak tahun 1987. Pada awal bergabung, ia ditugaskan untuk kerja serabutan. Dari menyapu, mengepel, membersihkan kaca hingga menjaga parkiran.

"Sekarang saya jaga parkiran tapi nyambi lukis ini. Dalam sebulan saya melukis kisaran 13 judul film," terangnya.

Baca Juga: Kasus Harian COVID-19 di Indonesia Bertambah 7.464, Jawa Tengah 828 Orang Terpapar

Ada yang unik dalam proses Parsan melukis. Ia tidak pernah mensketsa tiap lukisannya. Ketika melukis, ia hanya membutuhkan waktu 2-3 jam sudah selesai. Namun jika disambi mengerjakan lainnya, durasi waktu tersebut menjadi molor hingga 5 jam.

"Kadang kalau ada waktu setengah atau seperempat jam saya ke belakang untuk mipil lukisan yang akan datang atau lusa," jelasnya.

Sudah ribuan lukisan poster film yang tercipta. Dari jaman film mandarin yang diperankan oleh Andy Lau pada tahun 90 an hingga The Batman yang baru tayang pada awal tahun ini.

Bukan tanpa kendala dalam melukis, untuk menggambar wajah-wajah pemeran film aktor yang terkenal, ia kadang merasa kurang percaya diri. Takutnya, wajah yang dilukis dianggap tidak mirip oleh para penonton bioskop.

"Kesulitannya itu kalau ada bintang yang terkenal. Gambarnya kan harus mirip. Nah untuk mengakalinya, lukisan pemerannya saya perkecil. Yang dominan besar tulisannya," tuturnya.

Meski sudah ribuan judul film yang ia lukis, Parsan masih ingat betul poster film yang pertama kali ia kerjakan. Karena goresan cat awal mula profesi ini dilakukan, sangat berkesan bagi dirinya.

"Saya itu memang hobi melukis dari kecil. Awal mula lukisan film yang saya gambar judulnya Stone Cold. Film luar negeri bergenre action tersebut digambarkan sang pemeran tengah memegang pistol.

"Dulu pertama gambar kalau ga salah film Stone Cold. Waktu itu gambar saya digunakan untuk publikasi keliling menggunakan mobil bak. Saya gambar bintangnya sambil pegang pistol," katanya.

Jika ada film yang bergenre horor, Parsan sangat antusias dalam melukis. Pasalnya, ia bisa berkreasi lebih jauh dengan menambahkan unsur-unsur horor hingga lukisan lebih mengerikan dari film aslinya.

"Paling cepat itu kalau mengerjakan film horor. Karena digambarnya cepat. Kadang tak bikin lebih ekstrim. Kaya film Conjuring atau Kuntilanak, tak tambahin kaya darah-darah bercucuran begitu," imbuhnya.

Sementara itu, Humas Bioskop Rajawali, Eny Kuswati menjelaskan dengan adanya lukisan poster film, menjadi pembeda dengan bioskop terkenal lainnya. Karakter kuat inilah yang kemudian menjadi perbincangan banyak orang di media sosial karena dinilai unik.

"Karena itu kan unik, juga menjadi pembeda bioskop yang lain. Agar ada nilai seni nya tersendiri. Jadi karakternya kuat," ungkapnya.

Meski bangunannya masih asli sejak awal pertama kali berdiri, interior gedung bioskop ini sudah mengalami renovasi untuk kenyamanan pengunjung. Dari yang awalnya kursi besi, hingga saat ini sofa dengan kapasitas penonton full mencapai 400 tempat duduk. Namun karena masih dalam masa pandemi, kapasitas yang bisa diisi sebanyak 280 an penonton.

Selain memiliki karakter kuat, penggunaan lukisan poster film juga dinilai lebih ramah lingkungan. Pasalnya, penggunaan poster cetak digital tidak bisa dipakai kembali.

Sebelum menggunakan triplek, Bioskop Rajawali juga pernah menggunakan media kain. Namun seiring berjalannya waktu dan untuk menekan angka pengeluaran, triplek menjadi pilihan tepat digunakan hingga saat ini.

"Kalau pakai papan triplek ini bisa digunakan hingga 6-7 judul film. Setelah film selesai, langsung ditimpa pakai cat hitam dan digambar lagi film yang mau tayang. Ya bisa digunakan sampai setengah tahun lah," tutupnya.

Kontributor : Anang Firmansyah

Load More