Scroll untuk membaca artikel
Ronald Seger Prabowo
Kamis, 24 Maret 2022 | 17:45 WIB
Kasepuhan warga Desa Karanggude berziarah ke makam Syeh Mukhorodin atau dikenal sebagai Mbah Agung Purwakaning Kabunan, saat ritual adat nyadranan, Kamis (24/3/2022). [Suara.com/Anang Firmansyah]

SuaraJawaTengah.id - Aroma bakaran kemenyan menyeruak menusuk hidung ketika sesepuh warga kompleks Kabunan, Desa Karanggude, Kecamatan Karanglewas, Kabupaten Banyumas, nyekar ke makam Syeh Mukhorodin atau dikenal juga Mbah Agung Purwakaning Kabunan.

Setiap tahunnya, menjelang Bulan Ramadhan, warga sekitar bersama ratusan warga dari Desa Tinggarjaya, Kecamatan Jatilawang menggelar acara adat nyadran ke makam Mbah Agung Purwakaning Kabunan.

Mbah Agung Purwakaning Kabunan sendiri dipercaya oleh warga sebagai sosok penyebar ajaran agama Islam yang hidup sebelum massa Wali Sanga.

Sejak pukul 08.00 WIB, puluhan warga yang rata-rata mengenakan iket kepala dan jarit nampak bebersih kompleks makam.

Baca Juga: Nielsen Ungkap Tren Perilaku Konsumen di Masa Ramadhan 2022

Baru kali ini ritual diadakan secara terbuka setelah dihantam pandemi Covid-19 selama dua tahun belakangan.

Sebelum prosesi inti digelar, ratusan warga duduk di sebuah tanah lapang yang berada di samping masjid Baitul'ilmi Al Barokah.

Mereka membawa bekal makanan tradisional yang dibungkus menggunakan daun pisang dan kertas minyak.

Tujuannya untuk disantap bersama-sama di bawah rindangnya pepohonan.

Lauk pauk berupa daging kambing dimasak bersama-sama dan dibagikan untuk para sesepuh. Nampak juga ada yang ditaruh di dalam mangkuk terbuat dari tanah liat.

Baca Juga: Antilemas Saat Ramadhan, Begini Cara Mudah Pantau Kesehatan Selama Puasa

Ahmad Soebandi (71), keturunan pertama kunci makam Syeh Mukhorodin menjelaskan ritual nyadran ini digelar setiap tahun sebagai ungkapan rasa syukur kepada sang pencipta.

"Tiap tahunnya itu waktunya berbeda-beda. Kebetulan untuk tahun ini dilakukan pada hari Kamis Wage. Sebetulnya harinya sama setiap Kamis sebelum Bulan Ramadhan. Tapi kalau Kamis Pahing itu dihindari," katanya saat ditemui, Kamis (24/3/2022).

Untuk mengawali prosesi, biasanya mereka bersih-bersih, membetulkan pagar makam dengan bambu yang tumbuh di sekitar, lalu tahlilan, dan puncaknya tasyakuran sehabis dhuhur dengan makan bersama.

"Yang memimpin doanya adalah kyai kunci dan imam masjid Al-Baroqah," jelasnya.

Menurut Soebandi, acara nyadran kali ini sedikit lebih ramai, dibanding tahun sebelumnya akibat terdampak pandemi. 

"Tahun 2020 itu kami adakan cuma 14 orang. Terus pada tahun 2021 sekitar 100 orang, tapi sekarang sepertinya akan lebih banyak karena kondisi sudah lebih baik. Tapi tetap anjuran memakai masker tetap kami lakukan," ungkapnya. 

Dalam prosesi nyadran tahun ini, sebanyak 4 ekor kambing hasil sumbangan warga disembelih untuk dimakan bersama saat proses tasyakuran.

Jumlah tersebut tergolong sedikit dibanding tahun-tahun sebelum pandemi yang bisa sampai 25 sampai 30 kambing. Belum lagi sumbangan sapi untuk dipotong.

Kontributor : Anang Firmansyah

Load More