Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Jum'at, 25 Maret 2022 | 13:48 WIB
Unjuk rasa perajin tahu dan tempe di depan kantor DPRD Kabupaten Magelang. Menuntut pemerintah menurunkan harga kedalai dan minyak goren. [Suara.com/ Angga Haksoro Ardi]

SuaraJawaTengah.id - Kenaikan harga kedelai dan minyak goreng menyebabkan perajin tahu tombok modal produksi Rp1,5 juta setiap kali produksi. Sudah 1 tahun terakhir ini harga kedelai terus naik.

Perajin tahu asal Desa Mejing, Kecamatan Candimulyo, Yunis Setiawan mengatakan, sudah 1 tahun terakhir harga kedalai naik secara bertahap. Dari semula Rp7 ribu menjadi Rp12 ribu per kilogram.

“Bagaima nanti nasib anak-anak kami. Dari harga Rp7 ribu, naik kurang lebih sudah 1 tahun. Belum pernah turun,” kata Yunis disela unjuk rasa paguyuban perajin tahu dan tempe di kantor DPRD Kabupaten Magelang, Jumat (25/3/2022).

Akibatnya modal produksi membengkak. Rata-rata perajin tahu dan tempe di Mejing menghabiskan 2,5 kuintal hingga 1 ton kedelai setiap hari.

Baca Juga: Protes Minyak Goreng Langka dan Mahal, Desy Ratnasari Didukung Netizen: Begini Nih, Berani Menyuarakan Suara Hati Rakyat

Kondisi semakin parah sebab 3 bulan terakhir harga minyak goreng ikut naik. Sebagian besar perajin tahu yang berjualan di pasar juga memproduksi tahu goreng.

“Minyak goreng sekarang mahal. Barang juga tidak ada. Kami sebagai perajin tahu tempe sangat kesusahan. Kami punya tenaga kerja banyak. Belum lagi kebutuhan rumah,” ujar Yunis.

Harga minyak goreng di pasar saat ini berada di kisaran harga Rp370 ribu hingga Rp400 ribu per jeriken (ukuran 16 kilogram). Sebelumnya harga minyak goreng Rp250 ribu per jeriken.

Perajin kelas menengah rata-rata menghabiskan 1 sampai 2 jeriken minyak goreng setiap hari. Perajin terpaksa tombok Rp1 juta hingga Rp1,5 juta agar bisa tetap memproduksi tahu. “Sekarang nombok terus. Seumpama tidak produksi ya bagaimana?”

Ada lebih dari 200 perajin tahu dan tempe yang bertempat usaha di Desa Mejing, Kecamatan Candimulyo. Menurut Yunis saat ini sekitar 60 perajin sudah bangkrut dan berhenti produksi.

Baca Juga: Cek Pasar Sehat Sabilulungan, Kapolri Sebut Stok Minyak Goreng Curah Tercukupi Jelang Ramadhan

Dampak dari usaha yang tutup bukan hanya dirasakan para pemilik pabrik, tapi juga warga sekitar. Usaha kerajinan tahu dan tempe paling sedikit menyerap 7 sampai 10 tenaga kerja yang berasal dari warga sekitar.

Mereka bekerja sebagai tenaga kerja pencetak tahu, buruh bongkar kayu, dan pengangkut bahan bakar. Para perajin terpaksa mengurangi waktu kerja para buruh dengan menerapkan sistem kerja giliran (sehari masuk, sehari libur).   

“Tuntutan kami minyak dan harga kedelai bisa normal kembali. Meminta aparat untuk menindak, entah sweeping atau apa atas kelangkaan itu. Sudah mahal kok minyak juga tidak ada. Kemana begitu,” kata Yunis.

Unjuk rasa paguyuban perajin tahu dan tempe Desa Mejing disertai aksi teaterikal. Aksi teaterikan menggambarkan kondisi ekonomi yang sulit akibat kenaikan harga kedelai dan minyak goreng.

Situasi yang sulit juga digambarkan para perajin melalui dalam spanduk yang antara lain berisi: “Aku gagal lamaran mergo dele larang”, “Mandalika disorot perajin kedelai dibiarkan”, dan “Tulung maseh lengo goreng dunke regone”.

Wakil Ketua DPRD Kabupaten Magelang, Soeharno yang menemui perwakilan pengunjuk rasa mengatakan, aspirasi para perajin akan disampaikan ke pemerintah pusat dan DPR RI.

“Paling pas nanti kita kirimkan kurir untuk menyampaikan aspirasi ini ke pemerintah pusat dan DPR RI di Jakarta,” kata Soeharno.

Kontributor : Angga Haksoro Ardi

Load More