SuaraJawaTengah.id - Dalam beberapa hari terakhir, masyarakat dikejutkan deorang warga Lombok Tengah menjadi tersangka pembunuhan dua begal yang mencoba untuk membegalnya di jalan raya Desa Ganti, Praya Timur.
Pria bernama Murtade (34) diduga ia melakukan pembunuhan karena membela diri.
Peristiwa ini sampai menjadi sorotan di dunia maya dan trending di Twitter, meski dia sudah dibebaskan.
Pakar hukum pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Hibnu Nugroho mengatakan masyarakat harus berani melawan ketika bertemu begal di jalan.
"Kalau ada begal, lawan, karena itu bagian mempertahankan hak diri, hak atas kesopanan, dan hak untuk hidup. Kita jangan membiarkan orang melakukan kejahatan yang akan mengganggu ketenteraman," kata Hibnu Nugroho dikutip dari ANTARA, Jumat (15/4/2022).
Selain itu, kata dia, polisi harus memetakan wilayah rawan dan masyarakat juga harus bisa mempersempit ruang gerak begal dengan cara melawan.
Menurut dia, melawan dalam keadaan tersebut dapat berarti menghindar dengan tidak menyerang, kemudian memberikannya kepada penegak hukum.
"Kalau perlu, orang yang melawan begal mendapatkan penghargaan dari polisi, jangan dibalik-balik," katanya
Hibnu pun menyoroti kasus yang dihadapi Murtede alias Amaq Sinta (34), warga Dusun Matek Maling, Desa Ganti, Kecamatan Praya Timur, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, yang sempat ditahan oleh penyidik polres setempat setelah menjadi tersangka karena membunuh dua begal dan melukai dua begal yang lain.
Terhadap perkara tersebut, kata dia, harus dikaji dari segi ilmu pengungkapan perkara, yaitu ilmu forensik.
Baca Juga: Kenapa Korban Begal di Lombok Jadi Tersangka? Apa Salah Amaq Sinta? Ini Jawaban Polda NTB
Guru Besar Fakultas Hukum Unsoed itu menyebutkan ilmu forensik terdiri atas tiga indikator, yakni barang bukti, tempat kejadian perkara (TKP), dan menentukan pelakunya.
"Nah, dalam barang bukti dan TKP ini harus dilihat apakah ini dalam keadaan suatu kejahatan dengan tidak ada keseimbangan, apakah ada sebab-sebab terjadinya kejahatan. Dalam hal ini akan dilihat kalau perbuatan itu ada keadaan terpaksa, sesuai dengan Pasal 49 Ayat (2) KUHP, orang yang bersangkutan harus dibebaskan," katanya.
Ditegaskan pula bahwa keadaan terpaksa itu harus dikaji dari segi ilmu kedokteran forensik.
"Lukanya seperti apa, sayatannya seperti apa," katanya menjelaskan.
Oleh karena itu, kata dia, dalam konsep tersebut polisi harus hati-hati untuk menetapkan seseorang patut sebagai tersangka ataukah tidak patut sebagai tersangka.
Menurut dia, keadaan objektif itulah yang menentukan bahwa dalam kasus tersebut ada suatu pembelaan terpaksa, ada penyebabnya, dan sebagainya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 7 Mobil Bekas Keluarga 3 Baris Rp50 Jutaan Paling Dicari, Terbaik Sepanjang Masa
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- 5 Sepatu Running Lokal Selevel Asics Original, Kualitas Juara Harga Aman di Dompet
- 7 HP Samsung Seri A Turun Harga hingga Rp 1 Jutaan, Mana yang Paling Worth It?
Pilihan
-
Jadwal dan Link Streaming Nonton Rizky Ridho Bakal Raih Puskas Award 2025 Malam Ini
-
5 HP RAM 6 GB Paling Murah untuk Multitasking Lancar bagi Pengguna Umum
-
Viral Atlet Indonesia Lagi Hamil 4 Bulan Tetap Bertanding di SEA Games 2025, Eh Dapat Emas
-
6 HP Snapdragon RAM 8 GB Termurah: Terbaik untuk Daily Driver Gaming dan Multitasking
-
Analisis: Taktik Jitu Andoni Iraola Obrak Abrik Jantung Pertahanan Manchester United
Terkini
-
Polisi Ungkap Pembunuhan Advokat di Cilacap, Motif Pelaku Bikin Geleng-geleng
-
UPZ Baznas Semen Gresik Salurkan Bantuan Kemanusiaan bagi Warga Terdampak Bencana Banjir di Sumbar
-
3 Pilihan Mobil Bekas Rp60 Jutaan: Irit BBM, Nyaman untuk Perjalanan Luar Kota
-
7 Destinasi Wisata Kota Tegal yang Cocok untuk Liburan Akhir Tahun 2025
-
Gaji PNS Naik Januari 2026? Kabar Gembira untuk Abdi Negara