Scroll untuk membaca artikel
Yasinta Rahmawati | Shevinna Putti Anggraeni
Selasa, 10 Mei 2022 | 15:30 WIB
Ripto menggunakan poster untuk menjelaskan pandemi Covid-19 (dok. ID COMM)

SuaraJawaTengah.id - Suripto, seorang difabel daksa menjadi sumber cahaya bagi sesama penyandang disabilitas di Karanganyar, Jawa Tengah selama pandemi Covid-19. Ia berkeliling mengedukasi dan melakukan advokasi bagi kelompok disabilitas guna memberikan informasi yang tepat mengenai pandemi dan vaksin Covid-19.

Pria sapaan Ripto ini terserang penyakit polio pada usia 5 tahun hingga kaki kanannya tidak bisa berjalan. Tapi, kegigihannya membuat Ripto tidak mengandalkan alat bantu dalam beraktivitas.

Bahkan, Ripto yang berprofesi sebagai petani dan peternak kambing sekaligus menjabat ketua RT di desanya, mampu mengendarai motor dengan segala keterbatasannya.

Ia sangat termotivasi mengedukasi kelompok penyandang disabilitas di wilayahnya, karena ingin menghilangkan ketakutan mereka terhadap Covid-19, mendorong budaya protokol kesehatan 5M untuk diterapkan dengan baik, dan meyakinkan teman-temannya vaksin Covid-9.

Baca Juga: CDC Amerika Sedang Menyelidiki 109 Kasus Hepatitis Akut dan 5 Kematian Lebih Lanjut

“Saya sadar betul, banyak teman-teman disabilitas tuli, netra, mental, dan daksa lainnya yang tidak cukup paham tentang pandemi ini. Padahal kami termasuk kelompok rentan yang perlu bertahan menghadapi Covid-19. Kami perlu tahu hal-hal seperti bagaimana menghindari infeksi, apa yang harus dilakukan saat infeksi, dan lain sebagainya,” tutur Ripto.

Ripto juga aktif di berbagai organisasi, komunitas dan lembaga swadaya masyarakat, seperti Layanan Inklusif Disabilitas dalam Penanggulangan Bencana (LIDi), Self Help Group (SHG), Pusat Pengembangan dan Pelatihan Rehabilitasi Bersumber Daya Masyarakat (PPRBM), dan menginisiasi pendirian Kelompok Pemberdayaan Tawangmangu (KPT).

Warga dengan disabilitas daksa mendapat penjelasan tentang protokol kesehatan Covid-19 (dok. ID COMM)

Alasan kuat Ripto mengikuti banyak organisasi dilandasi oleh keinginan untuk membuktikan bahwa disabilitas fisik bukan suatu hambatan untuk maju.

“Selama pandemi saya banyak belajar dari internet dan juga organisasi yang saya ikuti sehingga saya bisa mendapatkan banyak informasi terkait Covid-19. Berkat hal tersebut saya rutin melakukan edukasi dengan tetangga baik saat berkumpul, melalui pendekatan door to door, dan grup WhatsApp. Biasanya saya menggunakan bahasa yang mudah dimengerti yaitu bahasa Jawa dan menyesuaikan dengan teman bicara saya,” jelas Ripto.

Berkat jerih payahnya, cakupan vaksinasi di wilayah Rukun Tetangga (RT) yang dipimpinnya mencapai 90 persen. Ada pun sisanya masih belum berpartisipasi dalam kegiatan vaksinasi, karena adanya penyakit penyerta lain.

Baca Juga: Hepatitis Akut Berkaitan dengan Vaksin Covid-19? IDAI Beri Penjelasan

Tapi, upaya Ripto mengedukasi dan melakukan sosialisasi ini juga tidak selalu mulus. Ripto sempat terpapar Covid-19 dengan gejala berat, sehingga harus dirawat di rumah sakit.

Pada waktu itulah, ia tidak bisa bertemu dengan warganya. Di sisi lain, ia juga harus berhadapan dengan kelompok yang tidak percaya adanya Covid-19.

Di tengah sosialisasi, tak jarang saya menjumpai teman-teman sesama penyandang disabilitas yang sebaliknya masih menganggap COVID-19 tidak ada dan menuduh bahwa pandemi ini adalah hal yang dibuat-buat oleh pihak tertentu. Padahal saya sendiri sudah pernah merasakan penderitaannya. Pengalaman saya ini adalah contoh bagi mereka bahwa Covid-19 itu ada," ungkapnya.

Foto ODGJ yang diantar vaksinasi oleh Pak Ripto (dok. ID COMM)

Segela setelah sembuh, ia sebagai ketua RT langsung menginisiasi program Jogo Tonggo, yang mana fokus utama programnya melakukan penanganan dan memberikan bantuan bagi warga desa yang melakukan isolasi mandiri akibat Covid-19.

Ripto kembali aktif mengajak warganya untuk membantu warga yang terkena Covid-19 dalam program tersebut. Sumber dana yang digelontorkan untuk membantu warganya pun berasal dari dana kas RW yang dikumpulkan oleh warga tiap bulannya.

Adapun bentuk bantuannya bisa berupa suplai bahan makanan, penjagaan di pintu masuk desa agar tidak menerima kunjungan tamu dari luar, mencarikan oksigen, memberi edukasi kepada masyarakat, dan lain-lainnya.

Salah satu pengalaman lain yang tak terlupakan bagi Ripto adalah ketika mengajak warganya yang ODGJ (Orang dengan Gangguan Jiwa) untuk vaksinasi.

Saya memberikan contoh dengan Bahasa Jawa bahwa jika tidak divaksin COVID-19, tetangga saya tersebut akan mudah terserang COVID-19 dan akan diisolasi. Kebetulan kakak dari ODGJ tersebut pernah dijemput petugas untuk melakukan isolasi terpusat. Hal tersebut saya jadikan contoh untuk dapat memberikan gambaran risiko jika tidak divaksin sekaligus saya motivasi," katanya.

Ripto mengakui tidak mudah mengedukasi perihal vaksin Covid-19 dan langkah pencegahannya terhadap ODGJ. Tetapi, Ripto tetap berusaha menjangkau mereka dengan pendekatan secara personal dan perlahan.

“Saya punya pengalaman lucu saat mendampingi tetangga ODGJ. Ketika sampai di tempat vaksinasi, ia bertanya kepada saya ‘Mbake ayu yo Mas? Kae opo bojomu Mas?'. Mendengar ucapannya saya tertawa, kemudian menjelaskan bahwa mereka bukan istri saya, melainkan petugas kesehatan yang akan melakukan vaksinasi,” ungkap Ripto.

Tak lupa, Ripto juga memberikan apresiasi pada penderita ODGJ yang sudah bersedia vaksinasi dengan membelikan mereka makanan.

Harapannya teman-teman ODGJ punya kesan yang baik terhadap vaksin dan bersedia melakukan vaksinasi tahap selanjutnya.

Load More