SuaraJawaTengah.id - Puluhan siswa SMA Muhammadiyah 1 Weleri Kendal tertegun saat Machmudi Hariono alias Yusuf menceritakan pengalamannya ketika dulu terjebak dalam jaringan teroris kelompok Jamaah Islamiyah (JI).
Mengenakan pakai khas celana cingkrang, baju panjang mirip jubah dan rompi, jebolan santri Pondok Pesantren Al-Islam milik Amrozi itu bercerita ‘blak-blakan’ mengenai seluk beluk jaringan teroris, di Aula SMA Muhammadiyah 1 Weleri Kendal, Jumat (20/5/2022).
Yusuf pernah berjihad di Mindanao Filipina Selatan, sebelum akhirnya ditangkap oleh Densus 88 atas kasus kepemilikian amunisi dan 26 bom rakitan di sebuah rumah di Jalan Taman Sri Rejeki Selatan Kota Semarang, pada 2003 silam.
Jalan gelap itu mengakibatkan Yusuf mendekam di balik jeruji besi Nusakambangan atas vonis 10 tahun dan menjalani hukuman 5,5 tahun. Yusuf masih beruntung, pasca bebas dari penjara, ia masih diberikan kesempatan untuk kembali meniti hidup dari titik nol.
Baca Juga: Gus Miftah Ingatkan, Rasa Kebencian Terhadap Pemimpin Bisa Memicu Paham Radikalisme
Salah satu siswa SMA Muhammadiyah 1 Weleri, Nur, tampak antusias menyimak kisah Yusuf. Dia penasaran apa sebetulnya tujuan seseorang memilih untuk berperang atau jihad. Di tengah masyarakat Indonesia yang random, menurutnya, perilaku warga yang terpapar paham radikalisme sulit dideteksi.
“Lantas bagaimana ciri-ciri seseorang yang terindikasi terlibat terorisme?” ucapnya melontarkan pertanyaan.
Menanggapi itu, Yusuf menjelaskan bahwa kelompok “garis keras” memiliki perilaku yang tidak lazim. Pertama, biasanya meninggalkan hal-hal yang bersifat tradisi.
“Misalnya pakaian batik. Itu dianggap jauh dari Islam. Dari segi pakaian, mereka cenderung lebih memilih kearab-araban, jubah sebagai simbol orang suci. Pakaian saat akan melakukan pengeboman,” terangnya.
Kedua, bisa dilihat dari cara mereka hidup bersama di tengah masyarakat. “Contohnya, dia tidak mau membuat rekening bank, tidak punya ATM, haram. Makan dari uang pegawai negeri haram. Coba tanya, bagaimana pendapatmu tentang pemerintah Indonesia? Wah, itu kafir. Itu termasuk menjadi bagian dari tanda-tanda,” terangnya.
Baca Juga: Gus Miftah: Penanaman Kebencian Kepada Pemimpin Picu Radikalisme
Materi tanya jawab seperti itu menjadi salaha satu contoh obrolan yang cukup menarik bagi para pelajar dalam kesempatan tersebut.
Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Jateng, Haerudin mengatakan kegiatan ini menjadi bagian dari tugas pencegahan terkait radikalisme terhadap generasi muda.
“Mereka harus dikenalkan bagaimana ciri-ciri maupun ancaman dari radikalisme tersebut. Untuk apa? Agar mereka bisa mengenali apa dan bagaimana radikalisme tersebut. Harapannya, generasi muda bisa ‘melawan’ radikalisme tersebut,” katanya.
Sehingga generasi muda bisa ‘melawan’ atau menangkal radikalisme itu sendiri. Ada dua hal. Pertama upaya melakukan pencegahan. “Setelah mereka mampu mengenali, mereka akan mampu menentukan sikap untuk menjauhkan diri dari paham-paham yang berbau radikalisme,” terangnya.
Mengenal ciri-ciri tersebut, misalnya kajian-kajian agama yang bersifat eksklusif, menjelek-jelekkan kepercayaan orang lain, atau ajakan yang mengandung ancaman kekerasan.
“Bagaimana apabila siswa menemukan ciri-ciri seperti itu? Maka siswa diminta untuk tabbayun, meminta penjelasan atau klarifikasi kepada pendamping, baik guru di sekolah maupun orang tuanya. Jangan gampang menerima doktrin dari paham-paham yang tidak jelas,” katanya.
Usia remaja, menurutnya, memang sangat semangat untuk memelajari hal baru. “Silakan memelajari wawasan baru, tapi harus mampu mengenali bagaimana doktrin atau paham-paham radikalisme tersebut berbahaya. Kalau berbau ancaman, kekerasan, ya jangan,” imbuhnya.
Kedua, fenomena radikalisme hingga mengarah ke terorisme belakangan ini telah menjadi ancaman masyarakat. Maka, menurutnya, perlu dilakukan ‘jemput bola’ ke sekolah-sekolah untuk memagari generasi muda dari ancaman paham radikalisme tersebut.
“Berdasarkan kajian Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), paling rentan adalah remaja usia 16 hingga 24 tahun. Maka diperlukan deradikalisasi atau proses penyembuhan. Itu menjadi bagian tugas kami,” katanya.
Mengapa sosialisasi tersebut melibatkan eks narapidana terorisme (Napiter)? Menurutnya, para siswa perlu mendengarkan penjelasan dari narasumber yang kredibel. “Maka kami melibatkan narasumber mantan narapidana terorisme dan akademisi,” katanya.
Narasumber lain, Direktur Kreasi Prasasti Perdamaian (Ruangobrol.id), Annisa Triguna mengatakan pesatnya perkembangan teknologi internet saat ini memiliki dampak positif dan negatif. Di satu sisi, teknologi membantu memudahkan kebutuhan aktivitas manusia. Namun di sisi lain sekaligus bisa membawa dampak berbahaya. Hal ini sangat mengkhawatirkan. Sebab, remaja bahkan anak-anak setiap saat bisa mengakses internet dengan mudah.
“Siapa di antara kalian yang tidak memiliki media sosial? Angkat tangan,” tanya Nisa kepada para siswa di forum itu. Tidak ada satu pun siswa yang angkat tangan.
Artinya, lanjut dia, rata-rata remaja atau pelajar hampir bisa dipastikan menjadi pengguna media sosial. Seperti facebook, twitter, instagram, tiktok dan lain-lain. Fenomena ini menjadi celah bagi kelompok radikal untuk melakukan aksi propaganda dengan sasaran generasi milenial.
“Kami di komunitas Ruangobrol.id selama ini aktif melakukan riset mengenai berbagai fenomena radikalisme dan terorisme ini. Riset-riset tersebut juga dikemas ke dalam sejumlah film dokumenter. Di antaranya film berjudul ‘Jihad Selfie’, mengisahkan tentang perjalanan seorang pelajar asal Indonesia di Turki yang memutuskan menjadi pejuang ISIS (Islamic State of Iraq and Syria),” katanya.
Film lainnya yakni berjudul “Pengantin” yang mengisahkan seluk beluk pelaku bom bunuh diri. Viking The Imam, kisah pelajar SMA yang merupakan anak seorang pejabat penting di Batam. “Dia memutuskan hijrah ke Suriah. Bahkan sekeluarga akhirnya juga ikut atas ajakannya,” ujarnya.
Berita Terkait
-
Cek Fakta: Penghancuran Masjid Tempat Teroris Menyusun Rencana
-
BNPT Ungkap Strategi Digital Lawan Ekstremisme: Libatkan NU, Muhammadiyah, dan LSM
-
BNPT Perkuat Strategi Anti-Terorisme, Gandeng Masyarakat Sipil di RAN PE Fase 2
-
Waspada! BNPT Ungkap Keresahan Sosial Jadi Celah Rekrutmen Teroris
-
Siapa Ali Imron? Napi Teroris, Guru Ngaji Tio Pakusadewo di Penjara: Dia Mengenalkan Kembali Saya dengan Huruf Al-Quran!
Tag
Terpopuler
- Full Ngakak, Bio One Komentari Pengangkatan Ifan Seventeen Jadi Dirut PT Produksi Film Negara
- Dukung Penyidik Tahan Nikita Mirzani, Pakar Justru Heran dengan Dokter Reza Gladys: Kok Bisa...
- 3 Alasan yang Bikin Ustaz Derry Sulaiman Yakin Denny Sumargo, Hotman Paris dan Willie Salim Bakal Mualaf
- Ifan Seventeen Tiba-Tiba Jadi Dirut PFN, Pandji Pragiwaksono Respons dengan Dua Kata Menohok
- Media Asing Soroti Pernyataan Maarten Paes Soal Kualitas Emil Audero
Pilihan
-
Baru 2 Bulan, Penjualan Denza D9 Sudah Kalahkan Alphard di Indonesia
-
Saham BJBR Anjlok, Aksi Jual Marak Usai Dirut dan Corsec Terjerat Korupsi Dana Iklan Bank BJB
-
Owner Wong Solo Grup Laporkan Pengusaha Asal Bekasi dalam Kasus Penipuan Investasi
-
Sosok Widi Hartoto Corsec Bank BJB Tersangka Kasus Korupsi Iklan, Punya Harta Miliaran Rupiah
-
Kembali Difitnah Soal Kirim Utusan ke PDIP, Jokowi: Diam dan Senyumin Aja
Terkini
-
Jelang Duel Krusial Lawan Madura United, PSIS Semarang Umumkan Harga Tiket!
-
Pacu Kuantitas Ekspor, Ahmad Luthfi Upayakan Revitalisasi Pelabuhan Tanjung Emas
-
Skema One Way di Tol Semarang, Antisipasi Lonjakan Pemudik Lebaran 2025
-
BRI Peduli Salurkan 5.000 Paket Sembako untuk Warga Grobogan
-
Semarang Jadi Tuan Rumah Pembuka Superchallenge Super Prix 2025