Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Selasa, 21 Juni 2022 | 09:01 WIB
Selain asongan terdapat aktifitas komersial lainnya di zona II dalam kompleks Candi Borobudur. (Dok. Serikat Pekerja Pariwisata Borobudur).   

SuaraJawaTengah.id - Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo didesak menengahi larangan berjualan 340 pedagang asongan di zona II kompleks Candi Borobudur.

Sebanyak 340 pedagang asongan Borobudur dilarang berjualan sejak April 2022. Dua tahun mereka tidak berjualan karena Borobudur ditutup akibat pandemi.

Para pedagang asongan sebelumnya berjualan di depan Museum Karmawibangga. Lokasi itu berada di zona II yang menurut PT Taman Wisata Candi, bukan diperuntukan area berdagang.

Sebelum masa libur Lebaran kemarin, para pedangan asongan dikumpulkan oleh manajemen PT Taman Wisata Candi Borobudur (TWCB). Dalam pertemuan itu pengelola mengumumkan asongan dilarang berjualan di lokasi semula.

Baca Juga: Perwakilan Umat Buddha Indonesia Resmi Laporkan Roy Suryo ke Polisi Terkait Meme Stupa Borobudur

Didampingi kuasa hukum LBH Yogyakarta, perwakilan pedagang menemui manajemen PT Taman Wisata Candi Borobudur, Senin (21/6/2022). Mereka kembali mempertanyakan keputusan manajemen yang melarang pedagang asongan berjualan di zona II.

Menurut penasehat hukum LBH Yogyakarta, Lalu Muhammad Iling Jagat, Gubernur Ganjar harus segera menanggapi tuntutan para pedagang asongan.

"Gubernur harus menaruh perhatian pada para pedagang asongan. Pak Ganjar kan bilang: tuanku ya rakyat. Buktikan itu dengan menaruh perhatian ke pedagang asongan," kata Jagat.

Pada 13 Juni 2022, pedagang asongan melakukan pertemuan dengan Plh Kepala Dinas Kepemudaan Olah Raga dan Pariwisata Provinsi Jateng, Setyo Irawan. Usai pertemuan, para pedagang menitipkan surat aduan kepada Gubernur.

Setyo Irawan saat itu berjanji segera menyampaikan keluhan para pedagang ke Gubernur. Namun seminggu setelah pertemuan itu, belum ada tanggapan dari Ganjar Pranowo.

Baca Juga: Ganjar Pranowo Anggap Megawati Orangtua Sendiri: Sekarang Orangtua Saya Ya Bu Mega

"Kalau memang tuannya Pak Ganjar adalah rakyat, segera tanggapi surat yang diberikan teman-teman Serikat Pekerja Pariwisata dan segera ditindaklanjuti," ujar Jagat.

Jika Gubernur tidak dapat membuat putusan terkait nasib para pedagang asongan, mereka meminta Ganjar Pranowo memfasilitasi pertemuan dengan PT TWCB. "Langsung turun ke lapangan. Rembukan disana itu yang kita harapkan."

Meski pengelolaan Borobudur saat ini menjadi otoritas nasional melalui Kementerian BUMN, para pedagang berharap Gubernur sebagai pemimpin tertinggi daerah dapat mendengar aspirasi mereka.

"Mereka rakyat kecil, nggak punya siapa-siapa. Punya pemerintah desa tapi tidak punya kewenangan. Kami kemudian sangat berharap ke Gubernur bahkan juga Bupati Magelang dan anggota dewan untuk bisa membantu teman-teman pedagang."

Alasan PT Taman Wisata Candi melarang pedagang asongan berjualan di zona II karena akan digunakan sebagai ruang kreatif budaya dan edukasi bagi wisatawan. Zona II kompleks Candi Borobudur berfungsi sebagai green belt dan buffer zone untuk mendukung konservasi Candi Borobudur.

Alasan itu dipertanyakan Ketua Umum Serikat Pekerja Pariwisata Borobudur, Wito Prasetyo yang mewakili para pedagang asongan. Menurut dia PT TWC tidak fair menerapkan aturan tersebut.

Selain pedagang asongan, di zona II dalam kompleks Candi Borobudur ada kegiatan komersial lainnya. “Ada Tayo puter-puter itu, jualan kopi, Coca Cola. Artinya kalau harus bersih, ya bersih semua. Jangan hanya asongan (yang dilarang berjualan),”kata Wito.

Menurut Wito, tidak adil jika para asongan yang bermodal kecil harus disingkirkan. Sedangkan usaha lainnya yang bermodal besar, bisa nyaman menjalankan aktivitas bisnis di zona II Borobudur.

Selama ini para pedagang asongan sering dituding sebagai pengganggu kenyamanan wisatawan. Dicap sulit diatur dan mengganggu ketertiban.    

"Pengasong itu kan juga manusia. Bisa diatur. Sepanjang pengelola atau tata kelolanya baik, saya rasa bisa meminimalisir permasalahan atau pertentangan itu."

LBH Yogyakarta juga mengingatkan PT Taman Wisata Candi sebagai BUMN, selain mencari keuntungan juga bertujuan mensejahterakan masyarakat. Pedagang asongan yang merupakan warga sekitar Borobudur, harus mendapat manfaat ekonomi dari kegiatan pariwisata.

"Mereka cuma punya peluang mengasong. Tidak mungkin mereka punya peluang untuk bikin hotel, resort, dan rumah makan. Cuma mengasong saja yang mereka inginkan," kata penasehat hukum LBH Yogyakarta, Lalu Muhammad Iling Jagat.

Kontributor : Angga Haksoro Ardi

Load More