SuaraJawaTengah.id - Presiden Joko Widodo menyebut 800 juta orang terancam kelaparan akibat krisis pangan global. Isu keragaman pangan kembali naik ke permukaan.
Tolok ukur krisis pangan dunia salah satunya ditentukan oleh jumlah ketersediaan pasokan gandum. Hasil bumi yang sama sekali tidak pernah ditanam oleh petani Indonesia.
Perubahan iklim dan pendemi Covid-19 menyebabkan negara-negara penghasil gandum seperti Australia, Kanada, Argentina, Amerika Serikat, dan India membatasi jumlah ekspor.
Perang Rusia-Ukraina juga menyebabkan berkurangnya pasokan gandum yang masuk ke Indonesia. Ukraina sempat menjadi pemasok gandum kedua terbesar dengan total impor 3,4 juta ton atau setara dengan US$843,6 juta pada tahun 2021.
Selama Januari hingga Mei 2022, jumlah impor gandum Indonesia sudah mencapai 4,3 juta ton. Sebagian besar berasal dari Australia (1,5 juta ton) dan Argentina (1,4 juta ton) yang menggeser posisi Ukraina.
Hampir seluruh importir gandum adalah perusahaan pengolah tepung terigu. Hasil produksi mereka dikonsumsi oleh perusahaan-perusahaan raksasa penghasil mie instan.
Padahal tidak semua bahan dasar mie wajib dibuat dari gandum. Secara tradisional masyarakat kita mengenal berbagai mie yang dibuat dari bahan baku yang beragam.
Salah satunya mie soon atau soun yang diproduksi Siswandi (68 tahun), warga Dusun Tuksongo, Desa Tuksongo, Borobudur, Magelang. Mie soun buatan Siswandi menggunakan bahan tepung aren.
"Saya sudah 30 tahun menggeluti usaha membuat mie soon," kata Siswandi kepada SuaraJawaTengah.id, Sabtu (13/8/2022).
Baca Juga: Anak Kost Mesti Tahu! Begini Cara Menghentikan Ketagihan Mie Instan
Sebelum membuat soun cap “Candi”, Siswandi merintis usaha dari menjual tepung soun yang berasal dari olahan batang pohon aren.
Pohon aren (arenga pinnata) memiliki tekstur batang yang mirip dengan pohon sagu (metroxylon sagu rottb). Bagian inti batang kedua pohon ini dapat diolah menjadi tepung.
Menurut Siswandi saat dia masih muda, banyak warga Desa Tuksongo yang menjalankan usaha penggilingan batang aren. Mereka menjual tepung aren ke pasar-pasar di Yogyakarta.
"Dari sini ke Yogyakarta bawa 130 kilogram (tepung aren). Ke Pasar Karangkajen, Ngabean, sama Ngemplak (Margorejo, Sleman). Waktu itu hasil sekali berangkat bisa untuk beli 1 gram emas."
Namun pelan-pelan usaha membuat tepung aren ditinggalkan warga Tuksongo. Mereka mulai mengenal tanaman tembakau yang hasil panennya dianggap lebih menguntungkan.
Pohon aren dibabat habis. Lahan-lahan dibuka untuk perkebunan tembakau dan tanaman lainnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
-
BRI Peduli Guyur Rp800 Juta, Wajah 4 Desa di Pemalang Kini Makin Ciamik
-
Ini Deretan Kesiapan Tol Semarang-Solo Sambut Lonjakan Pengguna Jalan Akhir Tahun
-
UMKM Malessa Tumbuh Pesat, Serap Tenaga Kerja dan Perluas Pasar
-
PKL Semarang Naik Kelas! Kini Punya Manajer Keuangan Canggih di Fitur Aplikasi Bank Raya