Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Selasa, 06 September 2022 | 11:04 WIB
Nelayan di Kelurahan Muarareja, Kecamatan Tegal Barat, Kota Tegal memperbaiki jaring di kapalnya, Senin (5/9/2022) sore. [Suara.com/F Firdaus]

SuaraJawaTengah.id - Kenaikan harga BBM berdampak langsung pada para nelayan kecil di Kota Tegal. Dengan hasil tangkapan yang sedikit dan tak pasti, mereka semakin dipusingkan dengan membengkaknya biaya operasional untuk melaut.

‎Tobari (52), salah satu nelayan di Kelurahan Muarareja, Kecamatan Tegal Barat diliputi kebingungan, Senin (5/9/20222) sore. Kenaikan harga BBM subsidi, termasuk solar yang resmi diumumkan pemerintah Sabtu (3/9/2022) lalu adalah penyebabnya.

"Tadi hasil melaut dengan solar yang dibeli pas harganya belum naik dapat Rp150 ribu. Bingung, besok untuk beli solar atau buat makan, karena harga solar naik. Kalau beli solar, habis. Kalau nggak beli solar, nggak bisa melaut," tuturnya.

Tobari pantas‎ bingung dan pusing dengan kenaikan harga solar subsidi yang diputuskan pemerintah. Sebelum ada kenaikan, dia harus mengeluarkan uang Rp120 ribu untuk membeli 20 liter solar dengan harga Rp6.000 per liter.

Baca Juga: Janji Manis Dua Menteri Jokowi kepada Nelayan di Tengah Naiknya Harga BBM

‎Setelah ada kenaikan harga, biaya perbekalan untuk sekali melaut dari pukul 05.00-12.00 WIB itu dipastikan membengkak. Sementara, hasil tangkapan ikan sekali melaut tak menentu. Rata-rata, dari hasil tangkapan ikan, dia hanya mendapat Rp100 ribu-150 ribu. 

"Dapat ikan paling sekilo dua kilo karena melaut pakai kapal kecil. Sekarang harga solar naik ya nggak dapat apa-apa. Malah tombok karena harga ikan tidak ikut naik," ujar Tobari.

Tobari pun mesti memutar otak agar bisa menghidupi keluarganya dengan kondisi sulit tersebut. Dia masih memiliki‎ tanggungan tiga anak yang masih duduk di bangku sekolah. 

"Tidak tahu nanti bagaimana kalau kondisinya masih seperti ini terus," ujarnya pasrah.

‎Nelayan lainnya, Jahid (65) mengeluhkan hal yang sama. Menurut dia, nasib nelayan kecil seperti dirinya semakin merana karena kenaikan harga BBM.

Baca Juga: Nelayan Semarang Keluhkan Meroketnya Harga BBM: Mencekik Kalangan Bawah

"‎Harga solar naik ya berangkat melaut seperti kerja bakti (tidak ada bayaran). Kerja bakti masih mending, bisa dapat ponggol (makan), kalau solar mahal ya enggak dapat apa-apa. Hasilnya habis buat beli solar," katanya.

Seperti Tobari, Jahid merupakan nelayan harian yang melaut dari pukul‎ 05.00-12.00 WIB menggunakan kapal berukuran di bawah 10 gross ton (GT). Hasil tangkapannya adalah ikan-ikan kecil dan udang. 

"Melaut harian dapatnya tak menentu. Sekarang ikan lagi susah dapatnya. Dapatnya sedikit dan kadang malah tidak dapat apa-apa," ujarnya.

Jahid pun memilih ‎tidak melaut terlebih dahulu karena khawatir hasil tangkapan ikan tak bisa menutup biaya untuk perbekalan, terutama solar. Dia menghabiskan waktunya untuk mengecek kondisi kapal dan memperbaiki jaring. 

"Mau melaut masih mikir-mikir karena untuk beli solar paling tidak Rp150 ribu karena kapal pakai mesin dua. Sedangkan ikan belum tentu dapat," ujar dia.

Ketua Himpunan Nelayan Seluruh‎ Indonesia (HNSI) Jawa Tengah Riswanto mengatakan, kenaikan harga BBM yang mencapai 30 persen sangat berdampak terhadap para nelayan, khususnya nelayan kecil. Terlebih, kenaikan harga itu tak diikuti dengan kenaikan harga ikan.

‎"Mereka melaut harian, dari jam 05.00 sampai 12.00 WIB. Hanya dapat ikan dua sampai tiga kilo. Sebelum ada kenaikan harga BBM, harga ikan murah dan cenderung menurun. Sekarang harga solar naik 30 persen, ternyata harga ikan masih murah. Ini sangat berat buat mereka," kata dia, Selasa (6/9/2022).

Riswanto menyebut, jumlah kapal nelayan berukuran di bawah 10 GT di Kota Tegal sekitar 400 kapal. Jika rata-rata tiap kapal ada dua nelayan, maka ada sekitar 800 orang yang terdampak kenaikan harga BBM. 

"Teman-teman ini ‎ketika mau melaut dengan hasil tangkapan yang kurang bagus, mereka sudah menghitung saat di darat. Ketika harga solar belum naik pun, pulang dari melaut tidak dapat hasil, apalagi dengan kenaikan harga sampai 30 persen. Jadi ada yang memilih menganggur, ada yang memaksakan diri melaut karena terdesak kebutuhan ekonomi dan setoran di bank‎," ucapnya.

Riswanto mengatakan, pemerintah seyogyanya menjamin dan melindungi keberlangsungan usaha sektor kelautan dan perikanan, terutama para nelayan kecil. ‎Salah satunya, ada jaminan terkait harga ikan. 

"Kenaikan harga BBM tak diikuti kenaikan harga ikan.‎ Di tengkulak yang justru ada kenaikan dengan alasan ada kenaikan biaya transport. Sehingga ini harus menjadi catatan pemerintah, jangan sampai para tengkulak ini yang mendapat keuntungan, tapi nelayannya tidak ada perhatian dan jaminan harga ikan di pasaran‎," tandasnya.

Kontributor : F Firdaus

Load More