SuaraJawaTengah.id - Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) masih mendalami penyebab percepatan perburukan atau rapid progresif yang tidak umum terjadi pada pasien ginjal dalam kaitan dengan kasus gangguan ginjal akut misterius.
"Sekarang ini anak yang sebelumnya tidak ada masalah ginjal atau memiliki ginjal normal, mengalami rapid progresif," kata Ketua Pengurus Pusat IDAI Piprim Basarah Yanuarso dikutip dari ANTARA, Selasa (18/10/2022).
Ia mengemukakan sebagian besar kasus gagal ginjal pada pasien anak disebabkan kelainan bawaan atau sejak lahir, seperti ginjal tidak terbentuk dengan baik saat di kandungan karena pengaruh kelainan.
Fenomena rapid progresif itu didapat IDAI berdasarkan laporan penelitian terhadap 180-an pasien tanpa penyakit bawaan yang dilaporkan dari 20 provinsi di Indonesia dalam dua bulan terakhir. Umumnya pasien balita umur 1-5 tahun.
Percepatan perburukan terjadi pada gejala di saluran cerna yang ditandai dengan muntah, demam, diare, infeksi saluran napas akut, dan batuk pilek.
"Ada yang khas, seperti demam dan juga berkurang volume air kencingnya," katanya.
Takaran normal urine secara ilmiah pada balita, kata Piprim, berkisar satu mililiter per kg berat badan per jam.
Kalau umur satu tahun berat badan 10 kg, katanya, dalam 24 jam sekitar 240 cc atau kira-kira satu gelas air mineral.
Jika seluruh gejala itu dilakukan pengecekan secara laboratorium, kata Piprim, terjadi peningkatan kadar ureum, kreatinin, dan kalium pada pasien.
Baca Juga: Kemenkes Bentuk Tim Investigasi Selidiki Kasus Gangguan Ginjal Akut Misterius yang Menyerang Anak
"Yang bikin kami khawatir, perburukannya cepat dari yang tidak ada apa-apa, tiba-tiba tidak ada air kencing sama sekali. Kejadian biasanya di populasi paling banyak sekitar 0,9 persen," katanya.
Hingga saat ini, IDAI bersama Kementerian Kesehatan masih meneliti sejumlah penyakit yang memengaruhi percepatan perburukan gangguan ginjal akut pada pasien.
Pengaruh yang dimaksud, di antaranya Adenovirus, Leptospirosis, hingga kandungan Dietilen Glikol dan Etilen Glikol pada sirup obat anak seperti yang dialami penduduk di Gambia, Afrika.
Berita Terkait
Terpopuler
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- 7 Motor Matic Paling Nyaman Buat Touring di 2026: Badan Anti Pegal, Pas Buat Bapak-bapak
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- 3 Pilihan Mobil Bekas Rp60 Jutaan: Irit BBM, Nyaman untuk Perjalanan Luar Kota
Pilihan
-
OJK Awasi Ketat Pembayaran Pinjol Dana Syariah Indonesia yang Gagal Bayar
-
Jejak Emas Rakyat Aceh Bagi RI: Patungan Beli Pesawat, Penghasil Devisa & Lahirnya Garuda Indonesia
-
Pabrik Toba Pulp Lestari Tutup Operasional dan Reaksi Keras Luhut Binsar Pandjaitan
-
Kuota Pemasangan PLTS Atap 2026 Dibuka, Ini Ketentuan yang Harus Diketahui!
-
Statistik Suram Elkan Baggott Sepanjang 2025, Cuma Main 360 Menit
Terkini
-
8 Wisata Terbaru dan Populer di Batang untuk Libur Sekolah Akhir 2025
-
5 Rental Mobil di Wonosobo untuk Wisata ke Dieng Saat Libur Akhir Tahun 2025
-
Stefan Keeltjes Enggan Gegabah Soal Agenda Uji Coba Kendal Tornado FC
-
7 Poin Kajian Surat Yasin tentang Ilmu, Adab, dan Cara Beragama menurut Gus Baha
-
7 City Car Bekas Rp50 Jutaan yang Cocok untuk Keluarga Baru di 2025