SuaraJawaTengah.id - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI menemukan 6.001 tautan yang teridentifikasi melakukan penjualan sirop obat terkontaminasi zat berbahaya perusak ginjal.
Kepala BPOM Penny K. Lukito menjelaskan, data itu diperoleh dari platform situs, media sosial, dan e-commerce di Indonesia.
"Ternyata produk tersebut banyak dijual secara online (daring). Kami melakukan patroli siber terhadap produk yang tidak memenuhi ketentuan," kata Penny K. Lukito dilansir dari ANTARA, Rabu (2/11/2022).
Dia memaparkan, BPOM telah berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) untuk melakukan penurunan (take-down) konten terhadap 6.001 tautan tersebut sejak 24 Oktober 2022.
Menurutnya, obat pada tautan tersebut dianggap tidak aman untuk dikonsumsi sebab diduga mengandung senyawa kimia berbahaya Etilen Glikol dan Dietilen Glikol (DEG) yang dikaitkan dengan kejadian gangguan ginjal akut di Indonesia.
Hasil uji sampling dan pengujian lima dari 38 sampel (13 persen) obat sirop tersebut, kata Penny, terbukti mengandung cemaran EG/DEG melebihi batas aman 0,1 mg/ml, yakni Termorex Sirop (Bets AUG22A06), Flurin DMP Sirop, Unibebi Cough Sirop, Unibebi Demam Sirop, Unibebi Demam Drops.
"EG dan DEG tidak boleh digunakan sebagai bahan tambahan pada produk obat yang diminum," jelasnya.
Dia mengatakan cemaran EG/DEG pada obat dimungkinkan ada dalam batas tertentu, berasal dari pelarut Propilen Glikol (PG), Polietilen Glikol (PEG), sorbitol, dan gliserin/gliserol.
Selain itu, cemaran ED/DEG obat juga dimungkinkan pada produk yang tidak terdapat standar internasional cemaran EG/DEG dalam produk obat.
Baca Juga: DPR Bahas Kasus Gagal Ginjal Akut Pada Anak dengan Menkes dan Kepala BPOM
"Acuan BPOM adalah Farmakope Indonesia dan standar lain sesuai UU 36/2009 tentang Kesehatan," ujar dia.
Menurut Penny, ambang batas aman atau Maximum Tolerable Daily Intake (MTDI) cemaran EG dan DEG sebesar 0,5 mg/kg BB/per hari.
"Hasil uji cemaran EG yang ditemukan pada produk tidak memenuhi syarat, belum dapat mendukung kesimpulan bahwa penggunaan sirop obat tersebut memiliki keterkaitan dengan kejadian gagal ginjal akut," paparnya.
Beberapa faktor risiko lain, seperti infeksi virus, bakteri Leptospira, dan multisystem inflammatory syndrome in children (MIS-C) atau sindrom peradangan multisistem pascaCOVID-19.
"Untuk itu harus ada kajian kausalitas apakah kejadian itu terkait dan disebabkan oleh obat," tegasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
-
Dampingi Presiden, Bahlil Ungkap BBM hingga Listrik di Sumbar Tertangani Pasca-Bencana
Terkini
-
Pertamina Patra Niaga Gelar Khitan Massal di Cilacap, Wujud Syukur HUT ke-68 Pertamina
-
5 MPV Diesel Pilihan Rp150 Jutaan yang Worth It untuk Keluarga di Akhir 2025
-
BRI Perkuat Aksi Tanggap Bencana Alam, 70 Ribu Jiwa Terdampak Beroleh Bantuan
-
PSIS Semarang Gegerkan Bursa Transfer: Borong Tiga Pemain Naturalisasi Sekaligus
-
8 Wisata Terbaru dan Populer di Batang untuk Libur Sekolah Akhir 2025