Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Kamis, 13 April 2023 | 18:28 WIB
Mardan (49 tahun) bersiap menjalankan tugas menjadi sopir mobil jenazah. (Suara.com/ Angga Haksoro Ardi).  

Melewati areal perkebunan yang sepi, dari sepion tengah Mardan melihat jenazah yang sudah dikafankan dan dibaringkan di brankar seolah-olah bangun terduduk.  

Padahal sebelumnya jenazah sudah beres dimandikan dari RS, sehingga tinggal dimakamkan. Mardan memang lupa membawa keranda penutup, sehingga mayat hanya diikat pada brankar dan diselimuti kain.

“Kelihatan dari spion itu (jenazah) bangun. Saya minggir, saya bilang ‘saya mau mengantar jenengan pulang. Jangan diganggu. Kalau mengganggu saya tinggal di sini kamu’.”

Ancaman Mardan ternyata manjur. Sisa perjalanannya menuju rumah duka berlangsung lancar tanpa gangguan.  

Baca Juga: Pasca Guguran Lava Pijar di Jumat Pagi, Aktivitas Gunung Merapi Malam Ini Tetap Tinggi

Tidak hanya mengantar mayat di seputaran Magelang, Mardan sering mendapat tugas hingga jauh ke luar kota hingga Sumatera.

Tugas Relawan

Mardan lahir di Desa Sri Bunga, Kecamatan Buay Pemuka Bangsa Raja, Ogan Komering Ulu Timur, Sumatera Utara.

Lulus dari SMP Negeri 2 Palembang, Mardan remaja mencoba peruntungan merantau ke Jakarta. Ternyata Jakarta tidak seramah yang dia bayangkan.

“Betul adanya: Kejamnya ibu tiri lebih kejam ibu kota. Satu minggu saya nggak makan di Jakarta. Hanya minum air putih, itu juga dari kran.”

Baca Juga: Pertahankan Tenun Tradisional, Sarung Botol Terbang Asli Magelang Dijual hingga ke Luar Negeri

Pekerjaan kasar menjadi buruh bangunan terpaksa diladeni demi menyambung hidup. Tapi siapa kira, jalan hidup nan keras itu yang mempertemukan Mardan dengan sang istri.

Load More