Budi Arista Romadhoni
Sabtu, 18 November 2023 | 08:51 WIB
Penari sedang latihan Tari Bedhaya Anglir Mendhung di Pendopo Pura Mangkunegaran. [suara.com/ari welianto]

Sepanjang periode 1752-1757, R.M Said menjalani tiga pertempuran dahsyat, salah satunya adalah pertempuran melawan pasukan Sultan Hamengkubuwana I di Desa Kasatriyan, Ponorogo. Perang itu terjadi pada 1752 Masehi. Perang itulah yang kemudian diceritakan dalam tarian Bedhaya Anglir Mendhung.

Perkambangan Bedhaya Anglir Mendhung

Dalam penciptaan tarian tersebut, Kyai Secakarma dan Kyai Kidung merupakan dua abdi dalem yang membantu dalam yasan tari ini di era Mangkunegara I. Penari Bedhaya Anglir Mendhung menggunakan komposisi 7 gadis.

Tarian ini memiliki tiga rakitan, yakni tari awal, tari pokok, dan tari akhir yang menggunakan gending Kemanak dan Ketawang Mijil.

Dalam sejarah perkembangannya, Bedhaya Anglir Mendhung sempat tidak ditarikan di Mangkunegaran selama satu abad lebih. Tari ini baru kembali muncul pada masa Mangkunegara VIII melalui pelacakan K.R.T Sanyoto, Soetopo Koesomoatmodjo, R. Moelyono Sastronaryatmo, dan K.R.Ay. T. Praptini pada 1981.

Kontributor : Dinnatul Lailiyah

Load More