Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Jum'at, 15 Desember 2023 | 08:27 WIB
Capres nomor urut satu Anies Baswedan (kanan), Capres nomor urut dua Prabowo Subianto (tengah), Capres nomor urut tiga Ganjar Pranowo (kiri) saling berpegangan tangan usai debat perdana Capres dan Cawapres 2024 di Gedung KPU, Jakarta, Selasa (12/12/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]

SuaraJawaTengah.id - Penilaian terhadap calon presiden (capres) 2024 bermunculan setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyelenggarakan debat perdana beberapa waktu lalu.

Diketahui, Paslon Anies-Muhaimin, Prabowo-Gibran, dan Ganjar-Mahfud telah mengikuti debat capres pertama. Gaya mereka menyampaikan visi-misi tentu menjadi sorotan publik. 

Pengamat Politik Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Wahid Abdulrahaman turut memberi tanggapan dari aspek retorika yang disampaikan para capres.

Menurut Wahid, secara retorika Anies Baswedan unggul dalam pemilihan diksi yang variatif. Sedangkan Ganjar Pranowo menonjolkan bahasa lantaran selalu diakhir dengan senyum.

Baca Juga: Ganjar Pranowo Jelaskan Kelangkaan Pupuk Bersubsidi di Jateng, hingga Sebut Prabowo Pikniknya Kurang Jauh

Sementara itu pasangan nomor urut 2 Prabowo terlebih jauh berbeda dari lima tahun sebelumnya. Prabowo lebih menonjolkan intonasi nada dan bahasa tubuh seperti joget-joget.

"Dalam kontentasi saat ini (retorika) jadi penting karena bagaimana pun selain isi subtansinya. Kita juga bisa menilai dari cara retorika dan maupun bahasa tubuh," kata Wahid pada Suara.com, Jumat (15/12/23).

Persaingan ketat untuk merebutkan kursi panas Presiden RI menurut Wahid tidak cukup jika para capres hanya mengandalkan mesin politik. Mereka harus membangun citra dengan retorika untuk mempengaruhi persepsi publik.

"Retorika itu bagian dari visualisasi diri dan cara menyampaikan gagasan agar mudah dipahami pemilih," jelasnya.

Dengan begitu Wahid menyimpulkan setiap calon pemimpin penting menguasai skill retorika. Hal tersebut agar pemimpin punya karakter kuat seperti presiden sebelum-sebelumnya.

Baca Juga: Gibran Tunggu Teguran Resmi dari KPU, Bakal Lakukan Evaluasi di Debat Selanjutnya?

Misalnya Soekarno setiap berpidato selalu berapi-api. Berbeda halnya dengan Susilo Bambang Yudhoyono setiap kali pidato kalimatnya sudah tersusun sistematis.

Meski pengaruhnya tidak begitu besar, tapi Wahid yakin seiring retorika yang ditonjolkan masing-masing capres bisa bikin pemilih berubah pikiran terhadap jagoannya.

"Retorika itu cara mereka menarik simpati diluar, terlepas dari isi subtansi yang mereka sampaikan. Cuman kembali lagi ke selera, kan ada yang senang asin, ada yang senang manis dan lain-lainnya," tandasnya.

Kontributor : Ikhsan

Load More