Budi Arista Romadhoni
Jum'at, 01 Maret 2024 | 17:02 WIB
Kampus UIN Walisongo Semarang. [Suara.com/Ikhsan]

Tentu Abdul sangat bahagia bisa diterima di salah satu kampus negeri. Tapi pemuda asal Mijen ini sempat mengeluh ketika mendapati besaran UKTnya terlampau tinggi. Sedangkan pekerjaan ayahnya hanya seorang security.

"Rp3,9 juta sekian untuk bayar UKT sewaktu pandemi Covid-19 itu sangat mahal," ucap Abdul pada Suara.com, Jumat (1/3/24).

Meski demikian, biaya pendidikan cukup memberatkan. Orang tua Abdul tetap mengusahakan anaknya bisa mengenyam perguruan tinggi. Abdul pun saat ini sudah memasuki semester 6.

Semasa perkuliahan, pemuda berambut gondrong ini memang tidak mengalami kesulitan dalam studi. Akan tetapi setiap pembayaran semester, keluarganya sering kesulitan mengumpulkan dana.

Bahkan saat pembayaran semester 5 kemarin. Orang tua Abdul nyaris tidak mampu membayar UKT. Beruntung, orang tua bisa mengumpulkan uang di hari terakhir dengan cara meminjam uang ke orang lain.

"Menurut saya pembagian UKT di UIN Walisongo belum cukup adil. Misalnya ada mahasiswa yang seharusnya dapat golongan 1, malah dapat golongan 5," imbuhnya.

Hal senada juga diungkap oleh mahasiswa magister UIN Walisongo, Muhammad Irfan Habibi. Sewaktu kuliah S1 di jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) ia mendapat UKT sebesar Rp4,8 juta.

Dirinya juga pernah mendengar sebutan UIN Walisongo kampus rakyat ketika para mahasiswa sering mendemo persoalan UKT.

"Pernah mengajukkan banding UKT sekali ketika orang tua di PHK sewaktu pandemi Covid-19. Tapi ditolak, prosesnya juga rumit," keluh lelaki yang akrab disapa Habibi tersebut.

Baca Juga: Semakin Panas, Isu Plagiasi Rektor UIN Walisongo Bikin Guru Besar Terpecah Dua Kubu

Habibi kemudian menyoroti sistem pengkelompokkan besaran UKT. Menurutnya, UIN Walisongo belum transparan terkait ekonomi mahasiswa mana yang layak menerima besaran UKT golongan 1 sampai golongan 7.

Pemuda kelahiran Batam ini membantah anggapan mahasiswa yang lulus masuk UIN lewat jalur SPANPTKIN dapat golongan UKT pertama. Nyatanya Habibi tidak demikian, dia malah membayar UKT nyaris Rp5 juta persemester.

"Soal masuk jalur SPAN atau SNMPTN katanya dapat UKT yang lebih murah rasanya tidak benar. Mungkin karena sistem menilai besaran UKT mahasiswa dari kemampuan ekonomi orang tua yang diunggah," tandasnya.

Kontributor : Ikhsan

Load More