Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Senin, 18 November 2024 | 10:40 WIB
Pengamat transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, Djoko Setijowarno. [Dok Pribadi]

SuaraJawaTengah.id - Akademisi Program Studi Teknik Sipil Unika Soegijapranata Semarang sekaligus Wakil Ketua Pemberdayaan dan Penguatan Wilayah MTI Pusat, Djoko Setijowarno, menekankan perlunya optimalisasi moda transportasi kereta api (KA) untuk mengatasi masalah truk dengan dimensi dan muatan berlebih (over dimension over load/ODOL).

Djoko menyebutkan, langkah ini lebih efektif dibandingkan hanya fokus pada penertiban di jalan raya yang rawan pungutan liar (pungli) dan campur tangan oknum aparat penegak hukum di jembatan timbang.

"Peran moda jalan terlalu dominan. Pada 2019, moda jalan menyumbang 87,57 persen dari total angkutan barang secara nasional, sementara kereta api hanya 0,26 persen,” ujar Djoko dikutip dari keterangan tertulis pada Senin (18/11/2024).

Ia menyoroti biaya transportasi jalan raya yang hanya efisien untuk jarak maksimal 500 km. Jarak lebih dari itu cenderung membuat truk membawa muatan berlebih, seperti yang terjadi pada rute dari Jawa Timur ke Jakarta.

Baca Juga: Selain Merusak Jalan, Truk ODOL Disebut Bikin Rugi Negara Triliunan Per Tahun

Meski demikian, Djoko mengakui adanya kendala penggunaan angkutan KA, seperti tarif yang lebih mahal akibat pajak pertambahan nilai (PPN), biaya akses jalur rel (Track Access Charge/TAC), dan kewajiban menggunakan bahan bakar minyak (BBM) non-subsidi.

“Untuk membuat tarif KA bersaing dengan moda jalan, pemerintah harus menghapus PPN, TAC, dan mengizinkan KA menggunakan BBM subsidi,” jelasnya.

Keunggulan dan Potensi KA

Kereta api dianggap ideal untuk mengangkut barang curah dan berat dalam jarak jauh karena memiliki gesekan rendah. Keunggulan lainnya meliputi kemampuan mengatur suhu penyimpanan, waktu tempuh yang lebih pasti, serta keamanan yang lebih baik dibandingkan moda jalan raya.

Penggunaan KA juga dapat mengurangi emisi gas buang hingga sepuluh kali lipat dibandingkan truk, mengurangi polusi, dan menghemat konsumsi BBM hingga satu juta liter per tahun.

Baca Juga: Dampak Banjir di Kabupaten Grobogan, PT KAI Batalkan Sejumlah Jadwal Perjalanan

Berdasarkan data PT KAI 2024, panjang jalur rel di Indonesia mencapai 6.106 km dengan 167 stasiun yang melayani angkutan barang di Pulau Jawa dan Sumatera.

Djoko menambahkan, beberapa komoditas yang bisa diangkut KA antara lain barang kemasan, pupuk, semen, dan bahan bakar. Namun, moda ini membutuhkan investasi besar untuk sarana, prasarana, serta operasional dan perawatan.

Aktivasi Jalur Rel ke Pelabuhan

Djoko juga mendorong pengaktifan kembali jalur rel ke pelabuhan seperti yang pernah ada di era Hindia Belanda. Saat ini, hanya Pelabuhan Tanjung Intan, Cilacap, yang masih terhubung dengan jalur rel.

“Menghidupkan kembali jalur rel ke pelabuhan dapat mengurangi biaya distribusi dan menekan praktik pungli di pelabuhan,” ujarnya.

Ia mencontohkan pelabuhan lain yang dulu terhubung jalur rel, seperti Tanjung Priok, Tanjung Emas, dan Belawan, namun kini aksesnya terputus akibat perkembangan pemukiman.

Efisiensi Anggaran Negara

Djoko menekankan bahwa penggunaan KA dapat mengurangi beban kerusakan jalan akibat truk ODOL, yang selama ini membebani APBN dan APBD untuk biaya perbaikan jalan.

Selain itu, KA menawarkan efisiensi distribusi barang yang lebih lancar tanpa hambatan kemacetan, sehingga meningkatkan ketepatan waktu pengiriman.

“Langkah ini tidak hanya memperbaiki sistem logistik nasional, tetapi juga mendukung keberlanjutan infrastruktur transportasi di Indonesia,” pungkas Djoko.

Optimalisasi moda KA menjadi solusi strategis untuk mengurangi dominasi moda jalan, menekan biaya logistik, dan mendukung distribusi barang yang lebih efisien serta ramah lingkungan.

Load More