SuaraJawaTengah.id - Pakar komunikasi politik Effendi Gazali menekankan pentingnya membangun narasi positif berbasis nilai kebangsaan dan agama untuk mencegah dampak buruk politisasi agama dalam Pilkada 2024.
Ia mengingatkan bahwa penggunaan agama sebagai alat politik tidak hanya dapat mengganggu stabilitas politik tetapi juga menciptakan bias dalam pengambilan keputusan masyarakat.
"Isu komunikasi religiusitas kini tumbuh sebagai bidang ilmu yang perlu didiskusikan secara terbuka, bukan disembunyikan," ujar Effendi dikutip dari ANTARA di Semarang pada Rabu (20/11/2024).
Effendi menyoroti bahwa politisasi agama sering kali mengubah makna pesan keagamaan menjadi bias, sehingga mendorong masyarakat untuk memandang pandangan tertentu sebagai kebenaran mutlak. Fenomena ini, menurutnya, melemahkan obyektivitas dan menciptakan pengukuran nilai-nilai seperti keadilan dan hak asasi berdasarkan narasi politik.
Baca Juga: Prabowo Dukung Cagub Jateng, Bawaslu Telusuri Potensi Pelanggaran Netralitas Presiden
Sebagai strategi komunikasi politik tingkat tinggi, politisasi agama memanfaatkan klaim penderitaan dan ketidakadilan yang dikaitkan dengan nilai-nilai agama untuk meraih simpati.
Dalam konteks era keterbukaan informasi, upaya melawan fenomena ini menjadi lebih sulit karena aspek religius tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sosial dan politik.
Untuk itu, Effendi menyerukan perlunya keterlibatan aktif tokoh agama yang sejuk dan diterima masyarakat untuk menjaga stabilitas sosial dan memperkuat persatuan bangsa.
Selain itu, ia menegaskan pentingnya edukasi bagi generasi muda agar lebih kritis terhadap informasi di media sosial dan memahami dampak politisasi agama.
"Media sosial adalah kata kunci bagi generasi muda. Kita perlu mengajak mereka peduli dengan isu ini," ujar Effendi.
Baca Juga: Target Menang di Pilkada! Kaesang Pangarep Kerahkan Pengusaha Muda Door to Door di Semarang
Ia juga mendorong diskusi positif di berbagai lingkungan, seperti rumah, kampus, dan ruang digital, untuk mengimbangi narasi negatif yang berpotensi memecah belah masyarakat.
Menurutnya, kesadaran kolektif ini akan menjadi langkah penting dalam menjaga harmoni sosial di tengah dinamika politik yang semakin kompleks.
Berita Terkait
-
Jelang Hari Pencoblosan Pilkada Serentak 2024, Gibran Beri Pesan Begini untuk Kepala Daerah
-
Unggul 10 Persen Seminggu Jelang Nyoblos: 'Tikungan Maut' Pramono-Rano Bikin RK-Suswono Keok!
-
Minta Masyarakat Hati-hati Pilih Gubernur Jakarta, Ketum Hanura: Saya Tahu Kelakuan Salah Satu Calon
-
Anies Ikut Pose Salam 3 Jari, Pramono Sebut Bakal Ada Surprise Jelang Pencoblosan: Sesuatu Ditunggu Banyak Orang
-
Jokowi Sudah, Giliran Relawan Gibran Turun Tangan Kampanyekan RK-Suswono
Terpopuler
- Viral Maling Motor Beri Tips Agar Honda BeAT dan Vario Tak Dimaling
- Elkan Baggott Disuruh Kembali H-1 Timnas Indonesia vs Arab Saudi: STY Diganti, Lu Bakal Dipanggil
- Respons Geni Faruk Terima Hadiah dari Dua Menantu Beda 180 Derajat, Aurel Hermansyah Dikasihani
- Timnas Indonesia Ditinggal Pemain Naturalisasi Jelang Lawan Arab Saudi, Siapa Saja?
- Marc Klok: Jika Timnas Indonesia Kalah yang Disalahkan Pasti...
Pilihan
-
Bikin Iri! Gaji dan Tunjangan Lulusan D3 dan D4 STAN Tembus Jutaan Rupiah?
-
Mendag Ancam Distributor Minyak Goreng MinyaKita yang Jual di Atas HET
-
Rupiah Langsung Loyo Terhadap Dolar AS Setelah BI Pertahankan Suku Bunga Acuan
-
'Kedermawanan' Negara ke Pengemplang Pajak, Sementara Wong Cilik Kena 'Palak'
-
Hilirisasi Moncer! MIND ID Cetak Kinerja Positif Kuartal III-2024
Terkini
-
Tega! Dilarang Isi Pertalite, Pengendara Plat Merah Aniaya Petugas SPBU Semarang
-
Awas Jebakan Politisasi Agama di Pilkada 2024! Begini Cara Melawannya
-
Waspada! Cuaca Ekstrem Hujan Lebat dan Angin Kencang Melanda Jateng 21-23 November
-
Resmi! Dawet Ayu Banjarnegara Warisan Budaya Tak Benda Indonesia
-
Pengamat UIN Walisongo Ungkap Dampak Politik Uang: Dari Korupsi hingga Praktik 'Balas Jasa'