Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Selasa, 24 Desember 2024 | 07:19 WIB
Ilustrasi ide kado natal (pexels)

SuaraJawaTengah.id - Natal selalu identik dengan kebahagiaan, kehangatan, dan tradisi yang diwariskan dari generasi ke generasi. Salah satu tradisi yang paling dinanti adalah bertukar kado, yang bukan hanya menjadi simbol kasih sayang tetapi juga bagian tak terpisahkan dari perayaan.

Dari sejarah panjangnya yang bermula di zaman Romawi hingga perkembangan modern yang lebih komersial, tradisi ini terus membawa makna mendalam. 

Mari kita menjelajahi bagaimana tradisi bertukar kado Natal berkembang, termasuk peran Sinterklas dan pengaruh era Victoria dalam membentuk Natal yang kita kenal saat ini.

Awal Mula Tradisi Bertukar Kado

Baca Juga: Natal dan Tahun Baru 2025: Strategi Pertamina Pastikan Energi Aman di Jawa Tengah dan DIY

Setiap 25 Desember, umat Kristiani di seluruh dunia merayakan Natal untuk memperingati kelahiran Yesus Kristus. Salah satu tradisi yang tak terpisahkan dari perayaan ini adalah saling bertukar kado Natal, baik di antara teman, keluarga, maupun orang terdekat. Namun, tahukah Anda bahwa tradisi ini berakar dari zaman Romawi?

Pada masa itu, bangsa Romawi menyelenggarakan festival Saturnalia, yang berlangsung pada 17-23 Desember, untuk menghormati dewa Saturnus. Selama festival ini, mereka bertukar hadiah sederhana sebagai bentuk perayaan. Tradisi ini kemudian berkembang dan mulai dihubungkan dengan kisah orang Majus dalam Alkitab. Orang Majus mempersembahkan emas, kemenyan, dan mur kepada bayi Yesus, yang kemudian menjadi inspirasi awal pemberian hadiah pada Hari Natal.

Sinterklas: Sosok di Balik Kado Natal

Ilustrasi Sinterklas memberikan hadiah kepada anak-anak. [Suara.com/Alfian Winanto]

Dalam sejarah tradisi kado Natal 2024, figur Sinterklas memiliki peran besar. Sinterklas, atau Santa Claus, didasarkan pada sosok St. Nicholas, seorang biarawan dari Myra, Turki, yang hidup sekitar tahun 280 M. St. Nicholas dikenal karena kemurahan hatinya, sering memberikan hadiah secara sembunyi-sembunyi kepada mereka yang membutuhkan.

Tradisi ini berkembang seiring waktu, dan pada abad ke-18, pemberian hadiah mulai menjadi bagian penting dari perayaan Natal. Sosok Sinterklas pun semakin populer, terutama di Eropa dan Amerika, sebagai simbol kebaikan dan kemurahan hati.

Baca Juga: Dukung Mobilitas Warga Selama Libur Nataru, TPN Ganjar-Mahfud MD Dirikan 12 Posko Simpatik

Era Victoria: Natal untuk Keluarga

Pada era Victoria (1837–1901), tradisi Natal berubah menjadi perayaan keluarga. Orang tua mulai memberikan hadiah kepada anak-anak melalui berbagai permainan, seperti cobweb party. Dalam permainan ini, benang warna-warni digunakan untuk memandu anak-anak menemukan hadiah yang telah disembunyikan.

Pemberian hadiah pada masa ini tidak hanya berfungsi sebagai bentuk kasih sayang, tetapi juga mencerminkan semangat kebahagiaan Natal.

Natal dan Era Komersialisasi

Memasuki abad ke-19, Natal mulai menjadi lebih komersial. Iklan-iklan hadiah Natal muncul di surat kabar sejak tahun 1820, dan pada tahun 1840, Sinterklas mulai terlihat di toko-toko. Bahkan, pada tahun 1867, toko Macy’s di New York membuka layanan hingga tengah malam pada Malam Natal untuk melayani pelanggan yang membeli hadiah di menit-menit terakhir.

Meski kini Natal sering dikaitkan dengan belanja dan hadiah, tradisi ini tetap melibatkan semangat kasih sayang dan kebersamaan. Kado Natal 2024 tidak hanya menjadi bentuk perhatian, tetapi juga simbol perayaan yang penuh makna.

Dari Romawi hingga era modern, tradisi bertukar hadiah di hari Natal terus berkembang. Meskipun telah melalui berbagai perubahan, makna di balik pemberian hadiah tetap menjadi simbol cinta, kebahagiaan, dan kehangatan Natal. Di tengah komersialisasi, semangat berbagi ini tetap hidup dan memberikan kenangan indah bagi semua orang.

Kontributor : Dinar Oktarini

Load More