SuaraJawaTengah.id - Revisi Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) menjadi sorotan berbagai kalangan, termasuk akademisi dan praktisi hukum, yang menilai adanya potensi ketidakseimbangan kewenangan antar-lembaga penegak hukum.
Salah satu ketentuan yang menjadi perhatian adalah Pasal 111 Ayat (2), yang memberikan kewenangan kepada jaksa untuk menilai sah atau tidaknya penangkapan dan penahanan yang dilakukan kepolisian.
Hal ini dinilai dapat memicu ketidakharmonisan dalam sistem peradilan pidana.
Sorotan Akademisi dan Praktisi Hukum terhadap RUU KUHAP
Baca Juga: PHK Massal Sritex! Pemprov Jateng Upayakan 10 Ribu Buruh dapat Kerja Baru
Wakil Rektor III IAIN Kudus, Kisbiyanto, menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat, khususnya akademisi dan mahasiswa, dalam mengawal kebijakan hukum.
"Semangat ini harus terus dijaga demi kebaikan umat, bangsa, dan negara. Aktivis mahasiswa adalah calon penerus perjuangan bangsa yang harus tetap kritis dan responsif terhadap perubahan hukum," ujarnya saat menjadi pembicara FGD di Auditorium LT 2 SBSN IAIN Kudus beberapa Waktu lalu.
Sementara itu,Nuryanto, akademisi IAIN Kudus, menyoroti penerapan asas Dominis Litis dalam RUU KUHAP. Menurutnya, asas yang memberikan kewenangan kepada jaksa untuk menentukan perkara dalam sistem peradilan pidana ini dapat berujung pada dominasi yang berlebihan.
"Pemaknaan terhadap asas ini berpotensi menciptakan praktik yang lebih luas, seperti diperbolehkannya rangkap jabatan, yang dapat mengganggu keseimbangan dan independensi antar-penegak hukum," ujarnya.
Di sisi lain, praktisi hukum dan Law Advisor Tutur Media.com, Hendri Agustiawan, menekankan perlunya keseimbangan dalam pembaharuan KUHAP. Menurutnya, revisi KUHAP harus memastikan adanya keadilan, perlindungan hukum, serta penyelesaian konflik masyarakat yang lebih efektif.
Baca Juga: Mengungkap Sejarah 7 Pesantren Tertua di Jawa Tengah, Pusat Keislaman Sejak Dulu Kala
"Beberapa ketentuan dalam RUU KUHAP dikhawatirkan akan memperkuat kewenangan absolut dan sentralistik dalam penegakan hukum, sehingga mengurangi prinsip check and balance antar-lembaga," jelasnya.
Berita Terkait
-
Maqdir Ismail Usul ke DPR: Tersangka Bisa Ditahan Setelah Ada Putusan Pengadilan
-
Ahmad Luthfi Luncurkan Program Speling, Warga Bisa Periksa Kesehatan Gratis di Balai Desa
-
SERASA Jenang Ayu: Kisah Irawati dan Kelezatan Tradisional yang Tak Lekang Waktu
-
Ribuan Karyawan Sritex Kena PHK, Ahmad Luthfi Siapkan Latihan Kerja
-
Potret Prabowo Ditemani SBY dan Jokowi Pimpin Langsung Upacara Parade Senja di Retreat Kepala Daerah
Terpopuler
- LHKPN Dedi Mulyadi: Punya 116 Tanah di Jawa Barat, Kini Menangis Kejer Lihat Kerusakan Puncak Bogor
- Ingatkan Fans Nikita Mirzani, Lita Gading Bongkar Cara Jebloskan Reza Gladys ke Penjara
- Arahkan Owner Skincare Tutup Mulut Nikita Mirzani, Ngerinya Ucapan dr Oky Pratama: Orang Apa Tuhan
- Mulai Ketar-ketir? Firdaus Oiwobo Mundur Jadi Pengacara Razman: Minta Maaf ke Hotman Paris
- Richard Lee Pelan-Pelan Ajak Istri Masuk Islam, Pakai Strategi Unik
Pilihan
-
Hasil Liga Inggris: Bruno Fernandes Cetak Gol Indah, MU Tahan Arsenal
-
Jadwal Imsakiyah Kota Solo Senin 10 Maret 2025, Disertai Bacaan Niat Puasa Ramadan
-
Dua Kartu Merah Jadi Bumbu Derita Persija Jakarta di Tangan Arema FC
-
Terkesan Lamban, Polres Karanganyar Diminta Serius Tangani Kasus Penipuan Rp 6,9 Miliar
-
Boyolali Dilanda Banjir, Sejumlah Desa di Tiga Kecamatan Terendam
Terkini
-
Sunan Kudus vs Sunan Kalijaga: Perbedaan Awal Ramadan yang Membelah Demak
-
Kisah Relawan Pembersih Masjid di Magelang, Dicurigai Warga karena Berjenggot
-
BRI Sapa UMKM dan Pengguna Jalan Tol: Program Ramadan Penuh Berkah di Rest Area 429!
-
Sinau Print Siap Bersaing dalam Bisnis Digital Printing Kota Semarang
-
Didukung BRI Semarang, Ratusan Driver Ojol Nikmati Buka Bersama Gratis di D'Kambodja