SuaraJawaTengah.id - Perbedaan cara penentuan awal Ramadan di Indonesia bukan hanya fenomena masa kini. Sejak zaman kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara, silang pendapat mengenai metode penetapan 1 Ramadan telah terjadi.
Salah satu contohnya adalah perselisihan antara dua anggota Wali Songo, Sunan Kudus dan Sunan Kalijaga, pada masa Kesultanan Demak.
Dilansir dari Sejarah Cirebon, yang mengutip buku Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa karya H.J. de Graaf, perdebatan ini terjadi pada abad ke-16 ketika ulama dan Raja Demak bermusyawarah untuk menentukan awal Ramadan.
Sunan Kudus dan Sunan Kalijaga memiliki metode perhitungan yang berbeda—hisab dan rukyat—meski tidak dijelaskan secara pasti siapa yang menggunakan metode mana.
Sultan Trenggono, sebagai penguasa Demak kala itu, akhirnya memilih metode yang digunakan oleh Sunan Kalijaga. Keputusan ini berujung pada ketidakpuasan Sunan Kudus, yang kemudian meninggalkan Demak dan mendirikan Kota Kudus pada tahun 1549.
Namun, perselisihan mereka tidak hanya soal penentuan awal Ramadan. Sunan Kudus dan Sunan Kalijaga juga memiliki pandangan politik yang berbeda. Sunan Kalijaga dikenal sebagai pendukung pemerintah, sementara Sunan Kudus lebih sering bersikap kritis terhadap Sultan Trenggono.
Bahkan, ketegangan di antara mereka sudah muncul sebelumnya ketika dua murid Sunan Kudus—Sunan Prawata dan Jaka Tingkir—memilih berguru kepada Sunan Kalijaga.
Meskipun ada ketegangan, perbedaan ini tidak sampai memecah belah Demak. Kedua tokoh tersebut tetap dihormati sebagai penyebar Islam yang berpengaruh di Nusantara.
Kini, di Ramadan 1446 H, polemik serupa masih terjadi di Indonesia. Muhammadiyah yang mengandalkan hisab sering kali memulai Ramadan lebih dulu, sementara Nahdlatul Ulama (NU) yang menggunakan rukyat menunggu hasil pemantauan hilal. Namun, seperti halnya di masa Kesultanan Demak, perbedaan ini seharusnya tidak menjadi alasan perpecahan.
Baca Juga: Gus Baha: Anak-Anak di Masjid Bukan Gangguan, Ramadan Saatnya Merangkul!
Sejarah mengajarkan bahwa perbedaan dalam metode keagamaan adalah hal yang lumrah. Yang lebih penting adalah menjaga ukhuwah Islamiyah dan tetap bersatu dalam keberagaman.
Ramadan bukan hanya tentang kapan kita mulai berpuasa, tetapi juga bagaimana kita menjalani bulan suci ini dengan penuh kedamaian dan kebersamaan.
Kontributor : Dinar Oktarini
Berita Terkait
Terpopuler
- Naksir Avanza Tahun 2015? Harga Tinggal Segini, Intip Pajak dan Spesifikasi Lengkap
- 5 Krim Kolagen Terbaik yang Bikin Wajah Kencang, Cocok untuk Usia 30 Tahun ke Atas
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
- 5 Rekomendasi Bedak Waterproof Terbaik, Anti Luntur Saat Musim Hujan
Pilihan
-
Google Munculkan Peringatan saat Pencarian Bencana Banjir dan Longsor
-
Google Year in Search 2025: Dari Budaya Timur hingga AI, Purbaya dan Ahmad Sahroni Ikut Jadi Sorotan
-
Seberapa Kaya Haji Halim? Crazy Rich dengan Kerajaan Kekayaan tapi Didakwa Rp127 Miliar
-
Toba Pulp Lestari Dituding Biang Kerok Bencana, Ini Fakta Perusahaan, Pemilik dan Reaksi Luhut
-
Viral Bupati Bireuen Sebut Tanah Banjir Cocok Ditanami Sawit, Tuai Kecaman Publik
Terkini
-
Skandal PSSI Jateng Memanas: Johar Lin Eng Diduga Jadi 'Sutradara' Safari Politik Khairul Anwar
-
8 Tempat Camping di Magelang untuk Wisata Akhir Pekan Syahdu Anti Bising Kota
-
Bukan Cuma Sepak Bola! Intip Keseruan dan Kekompakan Jurnalis Semarang di Tiba Tiba Badminton 2025
-
7 Jalur Trek Lari di Purwokerto, Syahdyu untuk Melepas Penat dan Menjaga Kebugaran
-
BRI Genap 130 Tahun, Tegaskan Komitmen terhadap UMKM dan Inklusi Keuangan Nasional