Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Senin, 07 April 2025 | 09:28 WIB
Ilustrasi penamaan bulan syawal. [ChatGPT]

SuaraJawaTengah.id - Idul Fitri 1446 Hijriah yang jatuh pada tahun 2025 ini kembali membawa umat Islam ke momen kemenangan setelah sebulan penuh menjalani ibadah Ramadhan.

Suasana sukacita, gema takbir, hingga tradisi mudik dan silaturahmi menjadi ciri khas bulan Syawal yang sangat ditunggu-tunggu setiap tahun. Tapi di balik kemeriahan Lebaran, pernahkah kita bertanya: dari mana sebenarnya asal-usul nama bulan Syawal?

Ternyata, nama Syawal punya sejarah unik yang tak hanya berakar dari bahasa Arab kuno, tapi juga erat kaitannya dengan perilaku hewan yang sangat penting dalam kehidupan bangsa Arab—yaitu unta.

Apa Arti Syawal?

Baca Juga: BMKG Peringatkan Hujan dan Angin Kencang di Jawa Tengah, Warga Diminta Waspada

Menurut ulama besar dari mazhab Syafi’i, Ibnul ‘Allan Asy Syafi’i, kata Syawal berasal dari frasa Arab Sya-lat al-Ibil yang berarti “unta yang mengangkat atau menegakkan ekornya.” Fenomena ini biasa terjadi ketika unta betina sedang dalam masa birahi dan menunjukkan tanda kesiapan untuk dikawinkan.

Pada masa itu, unta bukan sekadar hewan ternak, tetapi juga simbol kekayaan dan alat transportasi utama masyarakat gurun. Maka, tingkah laku hewan ini sangat diperhatikan oleh masyarakat Arab.

Ketika banyak unta betina memperlihatkan perilaku tersebut di waktu yang sama dalam setahun, masyarakat pun menandai momen itu sebagai periode tertentu dan menamainya Syawal.

Penamaan bulan berdasarkan fenomena alam atau perilaku hewan bukanlah hal asing dalam budaya Arab pra-Islam. Mereka mengandalkan pengamatan langsung terhadap lingkungan sebagai penanda waktu dan musim, sebab sistem kalender yang digunakan saat itu belum sepenuhnya formal seperti sekarang.

Tradisi Arab dan Bulan-Bulan Haram

Baca Juga: Arus Mudik Membludak, One Way di Tol Semarang-Bawen Diberlakukan Lagi

Selain berkaitan dengan unta, Syawal juga menandai perubahan dalam aktivitas masyarakat Arab. Dalam Dalil al-Falihin li Syarh Riyadh al-Shalihin karya Muhammad bin ‘Allan al-Shiddiqi al-Syafi’i al-Makki, disebutkan bahwa saat bulan Syawal datang, masyarakat Arab menggantung alat-alat perang mereka.

Mengapa? Karena Syawal berdekatan dengan tiga bulan haram dalam Islam yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram. Bulan-bulan ini disebut haram karena diharamkan untuk berperang dan melakukan kekerasan.

Maka, Syawal menjadi semacam waktu transisi menuju periode damai, ketika konflik ditangguhkan dan masyarakat lebih banyak memusatkan diri pada aktivitas keagamaan, perdagangan, dan kehidupan sosial yang tenang.

Syawal dalam Sejarah Islam

Ketika Islam datang, bulan Syawal tidak hanya dipertahankan dalam kalender Hijriah, tetapi juga mendapat makna baru dalam sejarah dakwah Rasulullah SAW.

Salah satu peristiwa besar yang terjadi di bulan ini adalah Perang Uhud—sebuah pertempuran penting yang terjadi pada 15 Syawal tahun ke-3 Hijriah, bertepatan dengan 31 Maret 625 Masehi.

Meskipun secara militer Perang Uhud bukan kemenangan bagi kaum Muslimin, namun secara spiritual menjadi pelajaran besar. Banyak sahabat yang gugur sebagai syuhada, dan umat Islam belajar bahwa kemenangan sejati tidak hanya diukur dari hasil di medan perang, tapi dari keteguhan iman dan kesabaran dalam ujian.

Momentum ini menjadikan Syawal bukan hanya sebagai bulan penuh suka cita pasca-Ramadhan, tetapi juga sebagai waktu untuk refleksi diri, memperkuat keimanan, dan membangun kembali semangat juang.

Versi Lain: Susu Unta dan Musim Panas

Sumber lain mengenai asal-usul nama Syawal datang dari Lisanul Arab, kamus rujukan klasik karya Ibnu Mandzur. Dalam kamus tersebut dijelaskan bahwa Syawal juga berkaitan dengan proses produksi susu unta.

Setelah proses kawin dan masa pemeliharaan, unta betina menghasilkan susu. Namun karena musim panas yang sangat kering, terjadi penguapan yang menyebabkan susu menjadi lebih sedikit.

Fenomena ini menunjukkan bahwa bulan Syawal juga merupakan masa perubahan alam yang nyata. Sebuah waktu ketika hasil tidak maksimal, namun tetap memiliki nilai penting dalam siklus kehidupan masyarakat gurun.

Kini, kita mungkin mengenal Syawal hanya sebagai bulan Lebaran, baju baru, dan momen silaturahmi. Tapi jika ditelusuri lebih dalam, nama bulan ini menyimpan sejarah panjang dan makna yang mendalam baik dari sisi budaya, alam, hingga sejarah perjuangan Islam.

Dari unta yang menegakkan ekornya, hingga semangat Perang Uhud, Syawal mengajarkan kita bahwa setiap bulan dalam kalender Hijriah membawa pesan kehidupan yang tak lekang oleh zaman.

Kontributor : Dinar Oktarini

Load More