Budi Arista Romadhoni
Selasa, 13 Mei 2025 | 13:30 WIB
Ilustrasi penjara serem. Kisah horor di dalam penjara ini pun menjadi perbincangan. [Freepik/Eerie]

Ia juga mendengar suara tawa dan tangisan yang bergema tanpa sumber setiap malam. Puncak kengerian datang pada malam kelima.

"Saya merasakan ada sesuatu yang menjalar di kaki saya. Ternyata... kepala manusia. Merah, rambut panjang, tanpa wajah," kata Aris dengan nada bergetar, mengenang malam tergelap dalam hidupnya.

Diduga Bekas Ruang Eksekusi

Menurut cerita yang beredar di kalangan narapidana, ruangan isolasi itu dulunya adalah tempat eksekusi bagi tahanan politik. Bahkan, Aris pernah melihat batu panjang yang katanya menjadi tempat mengikat napi sebelum dieksekusi.

"Beberapa napi lain menyebut tempat itu sebagai bekas ruang penyiksaan," jelasnya.

Aura ruangan tersebut bukan hanya suram, tapi seakan menyimpan dendam masa lalu. Tidak sedikit napi yang dimasukkan ke sana akhirnya mengalami gangguan kejiwaan, bahkan sebelum hari ketiga berakhir.

14 Hari yang Melawan Logika

Yang menjadikan kisah ini luar biasa adalah fakta bahwa Aris mampu bertahan selama 14 hari—empat kali lebih lama dari batas mitos yang dipercaya. Petugas penjara sendiri terkejut melihatnya masih waras dan hidup saat keluar dari ruangan itu.

"Waktu saya keluar, petugas bilang, 'Kamu masih hidup? Hebat juga kamu'," kenang Aris.

Baca Juga: Lupa Kasih Persembahan di Malam Jumat Kliwon, Kisah Tragis Pengusaha yang Ingkar Janji Pesugihan

Aris berharap kisahnya menjadi pelajaran bagi generasi muda agar tidak menyepelekan hukum. Penjara, katanya, bukan sekadar tempat hukuman, tetapi tempat di mana manusia diuji sampai ke batas terendah—secara fisik, mental, bahkan spiritual.

"Jangan sampai kalian merasakan sendiri seperti saya. Penjara itu bukan tempat rehabilitasi, tapi ujian mental dan spiritual yang sangat berat," tutupnya penuh peringatan.

Kisah Aris bukan sekadar cerita seram dari balik jeruji besi, melainkan cermin nyata betapa kerasnya kehidupan di balik tembok penjara baik secara lahir maupun batin. 

Sebuah pengingat bahwa kebebasan adalah nikmat yang tak ternilai, dan pilihan yang kita ambil hari ini bisa menentukan apakah kita akan menghadapinya dalam cahaya atau dalam gelapnya ruang isolasi.

Kontributor : Dinar Oktarini

Load More