Budi Arista Romadhoni
Senin, 22 September 2025 | 11:01 WIB
Ilustrasi warung makan tegal atau Warteg. [Dok Suara.com]
Baca 10 detik
  • Angkringan atau Hik berasal dari Klaten, dirintis oleh Eyang Karso sebagai tempat makan sosial malam hari.
  • Warteg dari Tegal menawarkan puluhan lauk di etalase kaca, mengusung konsep kesetaraan dan harga murah.
  • Nasi Rames berarti lauknya "ora mesti" atau tak selalu sama, memberikan kebebasan memilih menu rumahan.

SuaraJawaTengah.id - Jawa Tengah tidak hanya kaya akan budaya dan pemandangan alam, tetapi juga surga bagi para pencari rasa otentik.

Di balik hiruk pikuk kota-kotanya, bersemayam warung-warung makan sederhana yang telah melegenda, menjadi denyut nadi kuliner sekaligus ruang sosial masyarakat.

Lebih dari sekadar tempat mengisi perut, warung-warung ini menyimpan jejak sejarah, filosofi, dan keistimewaan yang membuatnya selalu dirindukan.

Mulai dari gerobak angkringan yang remang-remang hingga etalase kaca Warteg yang menggugah selera, inilah lima ikon kuliner sederhana dari Jawa Tengah yang wajib Anda jelajahi.

1. Angkringan atau Hik: Kumpul Malam dari Klaten

Angkringan Lik Man (Instagram: whatsnewyogyakarta/solo.foodie)

Siapa sangka, ikon Yogyakarta dan Solo ini justru berakar dari Klaten. Sejarahnya dimulai sekitar tahun 1930-an oleh seorang perantau dari Desa Ngerangan, Klaten, bernama Karso Dikromo atau Eyang Karso.

Ia merintis usaha makanan yang kemudian menjadi cikal bakal angkringan.

Nama "angkringan" berasal dari bahasa Jawa "angkring" yang berarti duduk santai atau 'nongkrong'.

Sementara di Solo dan Klaten, ia lebih dikenal sebagai HIK, singkatan dari "Hidangan Istimewa Kampung".

Baca Juga: Mengenal Jalur Tengkorak di Jawa Tengah: Deretan Cerita Mistis dan Tragedi Maut Legendaris

Keistimewaannya terletak pada menu porsi mini yang khas seperti nasi kucing, aneka sate (usus, telur puyuh, kulit), dan gorengan yang disantap bersama wedang jahe atau kopi joss.

Angkringan adalah ruang sosial terbuka, tempat semua kalangan berbaur dan bercerita hingga larut malam.

2. Warung Tegal (Warteg): Etalase Kaca Penuh Lauk

Penampakan makanan warteg. [Suara.com/M Iqbal]

Warteg adalah singkatan dari Warung Tegal, sebuah model usaha gastronomi yang berasal dari Kabupaten Tegal, Jawa Tengah.

Awalnya, usaha ini banyak dikelola oleh masyarakat dari desa-desa seperti Sidapurna, Sidakaton, dan Krandon yang merantau ke kota-kota besar sejak tahun 1960-an.

Ciri khas utamanya adalah etalase kaca yang memajang puluhan jenis lauk pauk dan sayuran matang.[8][9] Konsep ini memungkinkan pembeli untuk memilih langsung hidangan yang diinginkan.

Warteg juga mengusung filosofi kesetaraan, yang tercermin dari bangku panjang tempat semua orang dari berbagai status sosial bisa duduk makan bersama. Dengan harga terjangkau dan porsi mengenyangkan, Warteg menjadi penyelamat perut kaum urban.

3. Warung Nasi Rames: Fleksibilitas Rasa Rumahan

Nasi Rames Demangan (Instagram: erwan662)

Nasi Rames adalah cerminan masakan rumahan Jawa Tengah dalam satu piring.[10] Namanya konon berasal dari akronim bahasa Jawa "ora mesti" yang berarti "tidak selalu sama" atau "tidak pasti".

Ini merujuk pada lauk-pauk pendamping nasi yang selalu berubah-ubah setiap harinya, tergantung pada bahan yang tersedia dan kreativitas si juru masak.

Keistimewaan nasi rames terletak pada fleksibilitasnya. Pembeli bebas memadukan aneka sayur dan lauk sesuai selera, mulai dari oseng tempe, sayur lodeh, sambal goreng, hingga telur balado.

Sensasi memilih lauk sendiri memberikan pengalaman unik, seolah sedang makan di rumah sendiri dengan pilihan hidangan yang melimpah.

4. Warung Soto: Jejak Akulturasi dalam Semangkuk Kuah

Soto salah satu kuliner enak di Boyolali. (Instagram)

Soto merupakan salah satu kuliner berkuah paling populer yang memiliki akar sejarah akulturasi budaya Tionghoa.

Sejarawan menyebut kata "soto" berasal dari "cau do" atau "jao to" dalam dialek Hokkian, yang berarti jeroan berempah.

Hidangan ini pertama kali populer di kota-kota pesisir utara Jawa Tengah seperti Semarang, Pekalongan, dan Kudus pada abad ke-19.

Keistimewaan soto di Jawa Tengah adalah keragamannya. Ada Soto Kudus yang disajikan dalam mangkuk kecil dengan suwiran ayam dan tauge.

Ada pula Soto Semarang atau dikenal Soto Bangkong yang kuahnya bening sedikit kecoklatan karena sentuhan kecap.

Setiap daerah memiliki racikan bumbu khas yang membuat semangkuk soto menjadi representasi cita rasa lokal yang kaya.

5. Warung Bakso dan Mie Ayam: Identitas Kaum Boro Wonogiri

Ilustrasi Bakso [Ist]

Jika berbicara tentang bakso dan mie ayam gerobakan, nama Wonogiri, Jawa Tengah, pasti tak bisa dilepaskan. Fenomena ini bermula dari tradisi merantau atau "boro" warganya untuk mencari kehidupan yang lebih baik di kota besar.

Mereka kemudian menjadikan bakso dan mie ayam sebagai tumpuan usaha.

Mie ayam Wonogiri memiliki ciri khas pada racikan bumbu ayamnya yang manis gurih dan tekstur mi yang pas.

Sementara baksonya dikenal dengan kuah kaldu sapi yang bening dan kaya rasa.

Warung-warung ini tak hanya menyajikan makanan lezat, tapi juga menjadi penanda identitas dan titik kumpul komunitas perantau Wonogiri di berbagai penjuru Indonesia, membawa serta kehangatan kampung halaman dalam setiap mangkuknya.

Load More