Budi Arista Romadhoni
Selasa, 21 Oktober 2025 | 08:37 WIB
Siswa SMAN 11 Semarang ketika menggelar demo di halaman sekolah Senin (20/10/2025) [Jatengnews.id]
Baca 10 detik
  • Alumnus SMAN 11 Semarang diduga sebar 1.100 video porno AI yang targetkan siswi dan guru.
  • Pihak sekolah dituding berusaha menutupi skandal dengan mediasi tertutup yang memicu amarah.
  • Ratusan siswa berdemo menuntut transparansi dan keadilan bagi para korban dari Kepala Sekolah.

SuaraJawaTengah.id - Sebuah skandal kelam tengah membakar reputasi SMAN 11 Semarang. Di balik gerbang sekolah yang megah, predator digital beraksi, mengubah wajah puluhan siswi hingga seorang guru menjadi objek fantasi bejat melalui teknologi Artificial Intelligence (AI).

Namun, saat kejahatan terbongkar, pihak sekolah justru dituding sibuk menyelamatkan muka ketimbang nasib para korban.

Kasus ini meledak dari sebuah kotak pandora digital: folder Google Drive bernama ‘Skandal Smanse’. Di dalamnya tersimpan tak kurang dari 1.100 video rekayasa cabul.

Jejak kejahatan juga tersebar di platform X (dulu Twitter), dengan lebih dari 300 unggahan pornografi yang menjadikan siswi-siswi sebagai korbannya.

Otak di balik teror digital ini adalah Chiko Radityatama Agung Putra, seorang alumnus yang ironisnya kini berstatus mahasiswa hukum.

Sejak 2023, ia diduga telah memproduksi dan menyebarkan konten-konten tersebut, menghancurkan privasi dan martabat para korban secara sistematis.

Alih-alih memberikan perlindungan, respons pihak sekolah di bawah kepemimpinan Kepala Sekolah Roro Tri Widiyastuti dinilai para siswa telah menambah luka.

Alih-alih transparan, sekolah dituding memilih jalan sunyi, mencoba menyelesaikan kasus ini di balik pintu tertutup yang rapat.

Puncaknya, kesabaran para siswa habis. Pada Senin (20/10/2025), ratusan dari mereka menggelar aksi massa, mengubah lapangan sekolah menjadi panggung protes.

Baca Juga: Kasus Penyekapan Polisi di Undip, Dua Mahasiswa Divonis Ringan dan Langsung Bebas

Teriakan "Keadilan! Keadilan!" bersahutan dengan bentangan spanduk yang menohok, salah satunya bertuliskan 'Roro Out'.

"Terkait klarifikasi Chiko itu seharusnya sudah ada surat yang diberikan untuk surat undangan kepada Chiko. Itu sudah jelas terteranya adalah di ruang terbuka secara umum, tapi kepala sekolah mengambil keputusan sepihak untuk menjadikan klarifikasi tersebut di dalam ruangan tertutup yang tidak ada penglihatannya," beber seorang siswa yang ikut dalam aksi, dikutip dari Jatengnews.id menyuarakan kekecewaan pada Senin (21/10/2025). 

Para siswa merasa dikhianati. Pertemuan yang seharusnya menjadi ajang pertanggungjawaban pelaku di muka umum, diubah menjadi agenda rahasia yang hanya menguntungkan citra sekolah. Mereka menuntut proses yang adil dan terbuka, bukan sekadar basa-basi untuk meredam isu.

"Kami meminta mediasi di ruangan terbuka maupun ruangan tertutup dengan kepala sekolah dan kami sebagai saksi, kami tidak akan ricuh, kami tidak akan anarkis," tegas seorang orator di tengah kerumunan, menunjukkan bahwa tuntutan mereka adalah kejelasan, bukan kericuhan.

Gelombang protes akhirnya memaksa sekolah untuk membuka dialog dengan menunjuk 10 perwakilan siswa. Namun, ini baru permulaan.

Para siswa bersumpah akan terus berjuang hingga keadilan benar-benar ditegakkan bagi teman-teman mereka yang menjadi korban kebiadaban teknologi di lingkungan yang seharusnya paling aman.

Load More