Satum juga memilih untuk tidak langsung memenuhi setiap permintaan dari masing-masing pengepul kambing kurban di Jakarta. Dia memilih untuk menunda pengiriman bila kesan pengepul tidak meyakinkan.
“Harus lihat-lihat orangnya, sama DP pembayarannya berapa. Kalau DP paling satu atau dua persen ya, nggak berani (kirim). Tapi kalau DP sudah 50 persen ke atas ya, baru (berani kirim),” kata dia.
Pria yang usianya belum genap 60 tahun ini mengaku, model hitung-hitungan dalam pengiriman kambing kurban sudah berlangsung dalam tiga tahun terakhir.
“Dalam tiga tahun terakhir ini, saya kirimnya paling-paling sekitar 200 ekor saja. Sebelumnya sih sampai 600 ekor,” kata dia.
Baca Juga:Jelang Idul Adha, Juragan Kambing Cilacap Kebanjiran Pesanan dari Jakarta
Sesuai pengakuan pengepul di sana, lanjut Satum macetnya pembayaran itu karena terkadang tidak semua kambing laku terjual.
“Tapi gitu, kalaupun (penjualan kambing) sampai habis, kadang bayarnya juga ada yang nggak lunas,” keluh Satum.
Disinggung mengenai adanya aturan larangan penjualan kambing di tepi jalan di Jakarta terhadap tingkat penjualan kambing di sana, Satum berpendapat ada pengaruhnya.
“Kalau pengaruh (larangan berjualan kambing di tepi jalan) ya kemungkinan ada. Tapi kalau pengiriman di aku itu nggak ada yang di jalan. Semuanya dipasok (ke pengepul) yang sudah menempat,” kata Satum.
Pengaruh lainnya, lanjut dia dimungkinkan adanya warga yang kemudian memilih kurban sapi.
Baca Juga:Jasa Salon Dongkrak Harga Jual Kambing Jelang Hari Raya Kurban
Kontributor : Teguh Lumbiria