SuaraJawaTengah.id - Pekerjaan menjadi sopir ambulans kerap dikaitkan dengan sesuatu yang horor karena sering mengantarkan jenazah di malam hari tanpa teman.
Namun bagi sopir ambulans Desa Sudagaran Kecamatan Banyumas Kabupaten Banyumas Jawa Tengah, Daryo (64), selama bertahun-tahun menjalani pekerjaan sebagai sopir ambulans tak pernah mengalami kejadian horor atau ganjil lainnya.
“Tidak pernah itu, yang namanya melihat hantu. Lima tahunan saya menjalani pekerjaan ini (sopir ambulans desa), semuanya baik-baik saja,” kata Daryo ketika ditemui sesaat sebelum mengantarkan jenazah empat korban pembunuhan bersama tiga ambulans lainnya di RSUD Margono Soekarjo, Purwokerto, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu.
Daryo memang bukan sopir ambulans Puskesmas atau rumah sakit pada umumnya. Ia ‘hanya’ sopir ambulans desa yang tujuannya memudahkan kebutuhan transportasi ketika ada warga yang sakit atau meninggal dunia.
Baca Juga:4 Jenazah Korban Pembunuhan di Banyumas Dimakamkan Bersebelahan
Meski belum merata di Kabupaten Banyumas, namun program ambulans desa sudah berkembang di beberapa wilayah. Bahkan, penyiapan fasilitas ambulans ada yang sudah di tingkat rukun warga (RW), seperti Unit Pelayanan Paguyuban Belasungkawa RW 02 Desa Kedunguter, Kecamatan Banyumas, Kabupaten Banyumas.
Khusus ambulans Desa Sudagaran, ada dua kendaraan berupa mobil pribadi. Satu kendaraan untuk mengantarkan orang sakit dan satu lagi khusus untuk jenazah. Untuk dua ambulans desa itu, hanya dioperasionalkan satu sopir, Daryo. Setiap hari, ambulans tersebut disimpan di rumahnya yang tidak jauh dari kantor Kecamatan Banyumas.
“Fasilitas ambulans Desa Sudagaran itu disiapkan untuk membantu warga desa. Tapi bila ada warga dari desa atau daerah lain yang membutuhkan, seperti warga Pasinggangan (korban pembunuhan) juga boleh dan kami selalu siap membantu,” katanya.
Meski hanya menjadi sopir ambulans desa, namun tugas dan kesibukan Daryo tidak kalah dengan sopir ambulans Puskesmas atau rumah sakit. Ia juga sering mengantarkan jenazah dengan jarak tempuh yang dekat, hingga lintas provinsi.
Jenazah yang diantarkan juga tidak semuanya meninggal sakit, tapi ada juga yang kecelakaan, temuan mayat atau korban pembunuhan.
Baca Juga:Empat Jenazah Korban Pembunuhan di Banyumas Dimakamkan Berdampingan
"Saat antar pasien atau jenazah ya sendirian. Kecuali kalau ada pihak keluarga korban yang mau ikut ya silakan. Tapi seringnya sendirian," kata pria berperawakan kurus tersebut.
Permintaan jasa antar ambulans tidak mengenal waktu. Tidak jarang, pria yang sudah tergolong lansia ini diminta mengantarkan jenazah pada tengah malam dan sendirian.
“Antarnya ke mana yang membutuhkan. Paling jauh antar jenazah dari Semarang bawa pulang ke Somagede. Ada juga dari Banyumas ke Cilacap. Ke Kota Banjar (Jawa Barat) juga pernah. Selama ini sendirian terus walaupun malam. Yang penting diberitahu alamat tujuan," kata Daryo.
Selama menjalani pekerjaan yang kerap dikaitkan dengan sesuatu yang horor itu, justru dirasa Daryo berjalan lancar dan baik-baik saja. Atau bisa jadi pernah mengalami hal ganjil, namun ia tidak berpikir hal tersebut ganjil.
“Malah kalau diwedeni tek keloni sisan (malahan kalau ada penampakan hantu, biar sekalian saya peluk),” ujar Daryo berkelakar.
Sebaliknya, bagi Daryo, ambulans bisa menjadi obat sakit pusing. Ambulans juga bisa menjadi tempat yang tepat untuk merenung kala dilanda masalah hidup atau hal sulit lainnya.
“Kalau saya pusing malah tidurnya di ambulans, karena kebetulan diparkir di rumah. Malah jadi obat pusing,” kata Daryo yang sebelumnya merupakan sopir angkutan pedesaan.
Dalam penilaian Daryo, ambulans erat kaitannya dengan hidup dan mati. Dengan tidur di ambulans, ia bisa mendapatkan ketenangan mengenai arti kehidupan yang entah esok atau lusa, semua manusia akan menemui ajal.
“Hidup dan mati sudah diatur sama yang di Atas. Kita hanya menjalani. Orang hidup itu terpenting sumeleh (berserah diri) dan soleh (berbuat baik),” kata Daryo seraya berharap pekerjaannya yang erat berkaitan dengan jasa pertolongan itu bisa tercatat sebagai amal yang baik.
Pengakuan serupa disampaikan sopir ambulans Unit Pelayanan Paguyuban Belasungkawa RW 02 Desa Kedunguter, Kecamatan Banyumas, Poniman (60). Baginya, tidak ada yang horor dalam menjalani pekerjaan sebagai sopir ambulans.
“Ambulans ini sebenarnya khusus RW. Tapi kalau luar RW atau luar desa meminta bantuan tetap dilayani. Tidak ada biaya. Cuma biasanya kalau yang dari luar itu suka ada yang kasih keikhlasan buat mengisi bensin,” kata pria yang akrab disapa Epong tersebut.
Serupa dengan Daryo, Epong tidak pernah mengalami hal mistik selama menjalani pekerjaan yang kerap mengantarkan jenazah. Sekalipun dia meyakini, bahwa makhluk halus itu ada.
“Dalam menjalankan pekerjaan ini, semua baik-baik saja kok. Tidak ada yang horor atau mistik,” kata Epong.
Menurutnya, hal itu tidak terlepas dari kebersihan dan ketulusan niat dalam menjalani pekerjaan sebagai sopir ambulans.
“Saya kan cuma berpikir membantu orang membutuhkan jadi terpenting meluruskan niatan itu,” kata pria yang semula membuka usaha bengkel kecil-kecilan tersebut.
Epong bercerita, lahirnya ambulans RW 02 Kedunguter sebagai usaha mempermudah keperluan jasa antar untuk orang sakit atau meninggal dunia.
“Kemudian dari tokoh-tokoh, atau orang penting di RW kami memberikan donasi. Ada juga dari warga masyarakat, sehingga bisa membeli mobil untuk ambulans,” kata dia.
Epong yang juga aktivis paguyuban RW kemudian diamanatkan untuk menjadi sopir ambulans-nya.
Untuk diketahui, empat jenazah korban pembunuhan di Dusun Karanggandul Desa Pasinggangan, Kecamatan Banyumas, Kamis (29/8/2019) diserahkan oleh Polres Banyumas kepada pihak keluarga, untuk kemudian dimakamkan di desa tersebut.
Proses penyerahan dilakukan di RSUD Margono Soekarjo, Purwokerto.
Karena ada empat jenazah yang sudah menjadi kerangka, ambulans yang diperlukan juga empat. Dari empat ambulans yang digunakan, dua di antaranya merupakan ambulans Desa Sudagaran dan ambulans Unit Pelayanan Paguyuban Belasungkawa RW 02 Desa Kedunguter.
Kontributor : Teguh Lumbiria