SuaraJawaTengah.id - Nama Jumawan disebut-sebut oleh pembawa acara untuk memberikan sambutan, sesaat sebelum prosesi pelepasliaran tukik-tukik penyu di Pantai Sodong, Desa Karangbenda Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, Jumat sore (20/9/2019).
Pemanggilan nama ini menjadi perhatian banyak pihak, termasuk ratusan lebih masyarakat yang menyaksikan dari berbagai daerah.
Jumawan adalah warga Desa Karangbenda yang tengah menjadi pusat perhatian. Ia berhasil menyelamatkan sejumlah telur penyu dari kepentingan konsumsi sampai diperjualbelikan, dengan cara ditangkar.
Hasilnya, telur tumbuh menjadi tukik-tukik lucu dan menggemaskan. Tukik itulah yang kemudian dilepasliarkan dengan melibatkan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Jawa Tengah, Forum Komunikasi Pimpinan Kecamatan Adipala, Pemerintah Desa Karangbenda, sejumlah organisasi pecinta alam, Pertamina Terminal Bahan Bakar Minyak Maos, hingga masyarakat setempat.
Baca Juga:5 Berita Hits Otomotif Akhir Pekan: Jalan Seram, Mobil Listrik Mahal
"Dengan adanya pelepasan tukik ini, menjadi modal awal kita untuk penyadaran kepada masyarakat, tentang pendaratan penyu yang ada di pesisir pantai selatan (Jawa) khususnya pantai Cilacap. Karena Cilacap sendiri itu punya simbol, yakni (tempat wisata pantai) Teluk Penyu. Bukan hanya sekadar teluknya saja, tapi harus ada penyu-nya, betul?" tukas Jumawan setengah brtanya kembali kepada para penonton dalam sambutannya.
Jumawan mengatakan, hal itu menjadi modal awal untuk pelestarian penyu di pesisir Kabupaten Cilacap.
"Mudah-mudahan ini bisa diikuti di daerah lain seperti Glempang Pasir, Welahan Wetan, Sidaurip, karena daerah tadi menjadi titik-titik pendaratan penyu yang ada di sekitar pesisir pantai selatan," ucapnya.
Ditemui Suara.com usai acara, Jumawan bercerita bahwa penangkaran penyu dilakukan olehnya lahir dari keprihatinan. Karena sepengetahuannya, keberadaan satwa ini masih dikonsumsi sejumlah warga, bahkan ada yang memperjualbelikannya.
"Hal itu menggerakkan hati saya untuk menangkar telur-telur tadi supaya bisa ditetaskan, kemudian diserahkan ke BKSDA untuk dilepasliarkan," jelas Jumawan.
Baca Juga:Lebih dari 30 Orangutan Terpapar Kabut Asap, Diobati Pakai Nebulizer
Laman berikut adalah kisah Jumawan menangkarkan telur-telur penyu menjadi tukik.
Kontributor : Teguh Lumbiria
Sebelumnya, telur-telur penyu ditemukan oleh nelayan di sekitar pantai Sodong pada Mei 2019. Jumawan memperhatikan, Mei kerap menjadi waktu pendaratan penyu, di samping Juni, Juli dan Agustus.
"Telurnya saya dapatkan dari para nelayan. Semula ada sekitar 50 telur. Yang menetas 30," tukas Jumawan.
Tukik-tukik itu dirawat di rumahnya, di RT 1 RW 4 Desa Karangbenda. Ia memanfaatkan media pasir laut dan ember.
"Jadi ngambil pasirnya di laut, biasanya empat hari sekali," kata dia.
Penangkaran ini menjadi pengalaman pertama Jumawan, sekaligus disebut yang pertama di Kabupaten Cilacap. Ada banyak hal yang didapatkan Jumawan dari penangkaran ini. Sekretaris Nelayan Mina Asih Desa Karangbenda itu mendapati penetasan telur penyu sampai 49 hari.
"Normalnya penetasan telur itu 45 hari, akan tetapi karena pengaruh cuaca dan suhu, tukik menetas setelah 49 hari," ujarnya.
Lantas, apa makanan tukik penyu? Kaur Umum dan Perencanaan Desa Karangbenda ini memberinya pakan sejenis kerang-kerangan. Jumawan tidak punya simpanan jenis makanan itu, apalagi dengan jumlah tukik sampai 30 ekor. Karena itu, ia harus membeli dengan menggunakan biaya pribadi.
"Untuk kebutuhan pakan 30 ekor tulik sekitar 5 ons. Belinya sekitar Rp 10.000- Rp 15.000," jelas Jumawan.
Satu lagi yang diperoleh Jumawan, yakni merasa ada chemistry atau ikatan batin dengan tukik-tukik lucu nan menggemaskan itu. Karenanya ada rasa kehilangan dalam hatinya kala dilepasliarkan. Namun, secepatnya rasa itu berubah, karena pelepasliaran demi misi pelestarian.
"Oleh karenya itu, apabila ada pihak yang menemukan pendaratan penyu harap dilaporkan, guna pengamanan dan penangkaran. Karena bahaya akan telur penyu bukan di alam, tetapi pada manusianya itu sendiri, sehingga penting dilakukan penyadaran," tutupnya.
Kontributor : Teguh Lumbiria