SuaraJawaTengah.id - Istilah lockdown kian akrab di telinga masyarakat seiring meningkatnya kasus penyebaran Virus Corona di Indonesia. Banyak masyarakat meneriakan istilah itu tanpa berpikir panjang apa dampaknya.
Bahkan menjadi tren saat ini banyak pemerintah desa me-lockdown desanya dengan menutup seluruh jalan akses menuju desa.
Sebelum bicara jauh tentang lockdown, ada baiknya menengok satu dusun di Kecamatan Rembang Kabupaten Purbalingga yang lebih dulu menerapkannya. Lockdown yang diterapkan pun tidak sembarangan diberlakukan, pun berdampak pada kesusahan warga usai dusunnya terisolasi. Pemerintah Desa Gunungwuled memutuskan menutup akses keluar masuk dusun itu alias local lockdown.
Tak pernah terbesit sebelumnya di pikiran Kepala Desa Gunungwuled Nashirudin Latif pihaknya akan menutup pintu akses menuju salah satu dusun di desanya. Namun langkah itu pada akhirnya terpaksa dilakukan menyusul adanya satu warga yang dinyatakan positif Covid-19.
Baca Juga:Kota Bandung Mau Lockdown, Koordinasi dengan Cimahi, Sumedang dan KBB
Warga pun tidak menyangka, jika seorang gadis remaja yang sempat dirawat di RSUD Purbalingga itu akhirnya dinyatakan positif Corona. Sebab kondisinya sempat membaik hingga dipulangkan. Sebagaimana tradisi di desa, banyak warga atau kerabat membesuknya di rumah.
"Warga menjenguk, dan jabat tangan. Dia juga biasa interaksi dengan teman-temannya,"katanya saat dihubungi Suara.com (30/3/2020) pagi.
Namun kabar buruk datang belakangan. Perempuan itu dinyatakan kembali positif Covid-19. Seketika itu Pemerintah Desa Gunungwuled melakukan pelacakan (tracing) dengan siapa pasien itu sempat kontak. Pihaknya mendapati ada 91 orang pada 30 keluarga yang sempat melakukan kontak langsung dengan pasien.
Karena banyaknya warga berstatus Orang dalam Pengawasan (ODP), pemerintah desa memutuskan untuk menutup akses keluar masuk dusun itu. Para ODP diminta mengurung diri di rumah selama 14 hari hingga mereka dinyatakan bebas dari Virus Corona.
Selama terisolasi, warga otomatis tidak bisa mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhannya. Pemerintah Desa Gunungwuled mencari terobosan untuk memenuhi kebutuhan warganya selama dikarantina.
Baca Juga:Minta Jakarta Lockdown, Anies Kirim Surat ke Jokowi
Bersumber dari APBDesa, Pemdes menanggung biaya hidup 30 KK yang diisolasi. Masing-masing KK mendapat kompensasi Rp 50 ribu per hari yang diberikan dalam bentuk logistik atau bahan makanan. Total anggaran yang dikeluarkan pemdes untuk keperluan warganya itu sebanyak Rp 21 juta.
"Mereka manusia hidup, selama dikurung kita bertanggung jawab memikirkan pangannya,"katanya
Namun kini lahir persoalan baru. Warga di luar 30 keluarga berstatus ODP menuntut hak sama. Total ada 245 keluarga, termasuk 30 keluarga, di dusun itu. Mereka juga menginginkan kompensasi karena merasa ikut menanggung derita. Mereka tidak bisa leluasa beraktivitas dan mencari nafkah usai dusunnya terisolasi.
Padahal anggaran desa sangat terbatas. Pemdes pun berusaha mencari terobosan lain. Nashirudin mengaku sudah mengusulkan bantuan untuk seluruh keluarga di dusun itu ke Pemerintah Kabupaten Purbalingga. Pemkab pun disebutnya bersedia membantu memenuhi kebutuhan warganya.
Nashirudin ingin desanya menjadi role model untuk penanggulangan Virus Covid-19. Ia ingin para pemimpin dan masyarakat di tempat lain berkaca dari desanya sebelum terburu memutuskan untuk mengarantina wikayahnya.
Baru lockdown di tingkat dusun, masyarakat sudah menjerit hingga pemerintah kewalahan. Ia tak bisa membayangkan jika lockdown dilakukan di tingkat lebih luas, misalnya kota. Bagaimana pemerintah bisa mencukupi kebutuhan warganya hingga menghentikan kekacauan yang berpotensi terjadi.
"Saya ingatkan penutupan batas wilayah itu konyol dan hanya akan mempersulit diri. Karena di dalamnya ada manusia hidup. Mereka bisa mengamuk dan menjarah jika kebutuhannya tidak tercukupi. Kita memang takut, tapi jangan berlebihan," katanya.
Kontributor : Khoirul