palagi dengan uang sakunya yang hanya dijatah Rp 5 ribu per hari oleh bapaknya yang berprofesi sebagai pencari getah pinus di hutan.
"Saya punya gawai sendiri, tapi untuk membeli kuota itu tidak murah. Apalagi di sini memang sinyalnya sangat susah sekali. Ada sesekali, hilang-hilangan," kata Lia yang menyukai pelajaran bahasa inggris.
Kesabarannya dalam menempuh proses pendidikan tak diragukan lagi. Terbukti saat ujian kenaikan kelas yang juga dilakukan secara daring pada beberapa bulan lalu, ia harus naik bukit untuk mencari sinyal dengan lancar.
"Ya gimana lagi, di sini ada sinyal tapi sering banget hilangnya. Jadi semua siswa harus naik ke atas bukit biar lancar ujiannya," ungkap Lia yang bercita-cita menjadi Polisi Wanita.
Baca Juga:Kompaknya Bikin Ngakak, Ibu Diam-Diam Bantu Anak Beri Jawaban Saat PJJ
Senada dengan Lia, Reza Ramadani (12), siswa kelas 8 MTS setempat mengatakan jika ia juga harus mengalami hal yang sama.
![Siswa MTS Pakis belajar menggunakan Handy Talkie (HT) di tepian Telaga Kumpe, Desa Gununglurah, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, Sabtu (15/8/2020). [Suara.com/Anang Firmansyah]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2020/08/16/97969-siswa-mts-pakis-belajar-menggunakan-handy-talkie-ht-di-tepian-telaga-kumpe-desa-gununglurah.jpg)
Hanya saja perjuangan tak seberat kakak kelasnya. Rumahnya dengan sekolahan hanya berjarak sekitar 200 meter, tapi dengan kontur jalan yang menanjak.
"Saya betah sekolah di sini, karena gratis, terus tidak perlu pakai seragam. Daripada harus sekolah negeri jaraknya jauh, harus membawa uang saku, belum lagi harus ngojek," kata Reza yang menggunakan beras empat kilogram untuk mendaftar di sekolah ini.
Reza tak memiliki gawai sendiri. Namun saat proses pembelajaran di masa pandemi seperti saat ini, dia terpaksa harus meminjam gawai orangtuanya. Atau jika sedang dipakai, ia meminjam kepada relawan yang mengajar di MTS Pakis.
Persoalan gawai dan kuota pulsa tersebut, lazimnya menghantui kegiatan belajar mengajar di masa Pandemi Corona seperti saat ini. Beruntung, sekolah tempat mereka mendapat solusi yang mujarab untuk menyelesaikan masalah keterbatasan biaya dan bahkan koneksi jaringan internet.
Baca Juga:Sejumlah Warga Donasikan Ponsel Bekas untuk Bantu Siswa Belajar Daring
Asa dan harapan itu muncul seminggu yang lalu. Kala itu, gabungan komunitas yang terdiri dari Organisasi Radio Amatir Indonesia (Orari) Kabupaten Banyumas, komunitas Pers dan Mitra Kerja serta jajaran pemerintahan tingkat kabupaten membuat metode yang menarik.