Hal senada dijelaskan Kepala Desa (Kades) Bero, Kecamatan Trucuk, Suranto. Kuwato tinggal sebatang kara di kompleks TPU Sele sejak beberapa tahun terakhir. Ayahnya diketahui sudah meninggal dunia saat Kuwato masih kecil. Sedangkan ibunya meninggal dunia beberapa tahun lalu.
"Saat ibunya masih hidup, Kuwato pernah bekerja di tempat bapak saya [di penggilngan padi]. Tugas Kuwato, mengangkat gabah. Setahu saya, dia sangat nurut dengan ibunya. Apa yang menjadi perintah ibunya selalu dituruti. Begitu ibunya meninggal dunia, Kuwato mulai tidur di kompleks makam," katanya.
Bantuan
Warga dan Pemerintah Desa (Pemdes) Bero tak tinggal diam saat melihat Kuwato tidur di kompleks permakaman. Warga sering memberikan bantuan makanan, minuman, dan lainnya. Pemdes pun sempat memberikan bantuan ke Kuwato agar bersedia pindah ke rumah yang layak.
Baca Juga:Viral Liang Kubur Mengeluarkan Api, Warganet Malah Salah Fokus
Pemdes Bero mengaku siap memfasilitasi membangunkan rumah bagi Kuwato di lahan kas desa. Namun upaya tersebut ditolak mentah-mentah oleh Kuwato.
"Rumah aslinya ini berjarak 500 meter dengan kompleks makam. Tapi, Kuwato ini enggak mau pulang. Dia memilih tidur di cungkup makam sini. Dari segi komunikasi, sebenarnya Kuwato ini masih nyambung jika diajak bicara," kata Suranto.
Saat Solopos.com mencoba menanyai Kuwato tentang alasannya memilih tinggal dan tidur dekat kuburan, yang bersangkutan memilih diam seribu bahasa. Begitu Kades Bero, Suranto, menanyakan ke Kuwato apakah mau dibuatkan rumah, Kuwato enggan menerima tawaran itu.
"Ning kene wae (di sini saja)," katanya.
Baca Juga:Kasus COVID-19 Terus Naik, Pemkab Pandeglang Siapkan Kuburan Massal