SuaraJawaTengah.id - Tampak seram, horor, banyak keleawar, bau menyengat, itulah persepsi masyarakat terhadap "Omah Lowo" di Kota Solo dua tahun lalu.
Bak sebuah rumah horor, omah lowo memang menjadi tempat hunian ribuan kelelawar. Gedung tersebut kusam, menyeramkan, dan terkesan angker.
Namun, awal tahun ini transformasi terlihat berbeda. Omah Lowo yang sebelumnya seram, sekarang terlihat gemerlap, bersih, dan gagah di simpang empat Jalan Perintis Kemerdekaan No 1 Kecamatan Laweyan, Kota Solo.
Dilansir dari Ayosemarang.com jaringan media Suara.com, gedung berwarna putih bersih ini akan tampak semakin indah ketika malam hari. Gemerlap lampu yang terpasang semakin menarik perhatian siapa pun yang melintas.
Baca Juga:Yuk Belajar Batik Shibori, Bisa Mendatangkan Uang di Tengah Pandemi
Berada di pojok, gedung yang kini bernama Rumah Heritage Batik Keris tersebut hanya berjarak kurang 200 meter dari Stasiun Purwosari.
Omah lowo kini disulap menjadi rumah heritage dan diperuntukkan sebagai display budaya batik sekaligus pusat kerajinan Nusantara.
Lina Tjokrosaputro, owner Rumah Heritage Batik Keris, mengatakan, proses transformasi bermula tahun 2016, yakni proses peralihan dari pemilik sebelumnya.
“Setelah 2016 kami yang memiliki gedung ini, proses renovasi pun dimulai,” kata Lina, Senin (28/9/2020) petang.
Dia mengisahkan, rumah Heritage Batik Keris, kata Lina, memiliki perjalanan yang sangat panjang. Rumah yang telah berusia 100 tahun ini memiliki ikatan yang erat dengan keluarga Batik Keris.
Baca Juga:Terungkap Harga Kekayaan Gibran, Jumlahnya Bikin Terpana
Di mana, pemilik awal rumah tersebut merupakan kakek dan nenek dari Almarhum Handianto Tjokrosaputro yang tak lain adalah suami dari Lina.
“Proses renovasi sempat terhenti ketika suami saya sakit, lalu meninggal. Saya teringat pesan suami sebelum meninggal, menginginkan rumah ini sebagai rumah heritage sekaligus untuk display produk batik dan UMKM khususnya di wilayah Solo Raya. Mengingat pesan itu, saya kembali bersemangat untuk renovasi hingga jadi seperti sekarang ini,” jelas Lina.
Dulu Rusak Berat
Proses renovasi pun tidak semudah membalikkan telapak tangan, kendati menggandeng arsitek berpengalaman. Gedung yang sudah bertahun-tahun menjadi rumah kelelawar itu rusak berat, terutama atap dan kondisi lantai.
“Lantai dan dinding dipenuhi kotoran kelelawar. Ubin dan dinding serta kusen masih asli semua. Untuk mengembalikan ubin menjadi aslinya, harus dipoles sampai enam kali,” terang Lina.
Berjalannya waktu, Lina pun dipertemukan dengan trah Mangkunegaran, GPH Paundrakarna JS. Lewat sentuhan Paundra, sapaan karib Paundrakarna, Rumah Heritage Batik Keris berkonsep art deco dan art nuvo.
“Mas Paundra ikut dalam proses konsep gedung ini. Seperti warna cat, pagar, pohon palem, dan adanya kolam air mancur. Seolah rumah ini berada di Eropa,” tutur Lina.
Rumah Heritage Batik Keris ini dibagi menjadi tiga bagian. Bagian utama atau Gedung A diperuntukkan sebagai tempat koleksi Batik Keris premium.
Lalu, bangunan kedua atau Gedung B yang ada di tengah adalah gerai Batik Keris untuk koleksi fesyen hingga produk-produk UMKM.
“Gedung B seperti halnya toko-toko Batik Keris pada umumnya. Display produk Batik Keris dan UMKM dari berbagai daerah. Sementara Gedung C diperuntukkan sebagai resto dan kafe yang menyediakan menu nusantara dan kopi lokal Indonesia,”pungkas Lina.
Direncanakan, gedung ini akan diresmikan pada 2 Oktober 2020, bertepatan dengan Hari Batik Nasional. Merunut sejarah dari berbagai sumber, rumah tersebut pernah digunakan sebagai hunian bangsawan atau pejabat Belanda pada masa penjajahan.
Tahun 1945 rumah ini dihuni oleh keluarga Sie Djian Ho yang merupakan kakek dari Handianto Tjokrosaputro, suami Lina Tjokrosaputro.
Sie Djian Ho seorang saudagar kaya penguasa bisnis penerbitan, perkebunan, serta pemilik pabrik es di Kota Solo.
Setelah merdeka bangunan ini diserahkan kepada Pemerintah Indonesia dan digunakan sebagai Gedung Veteran. Pemugaran besar-besaran dilakukan pada medio 1980-an, namun tidak mengubah bentuk asli bangunan.