SuaraJawaTengah.id - Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 65-66, Bejo Untung, mengenang peristiwa penolakan pemakaman kembali korban tragedi 1965 di Desa Kaloran, Temanggung.
Pada 25 Maret 2001, puluhan orang yang mengatasnamakan Forum Ukhuwah Islamiyah Temanggung, mengepung rumah Irawan Mangunkusama salah seorang sesepuh YPKP.
Mereka menolak rencana pemakaman belasan kerangka tak dikenal yang diduga korban ’65 di wilayah Desa Kaloran. Kerangka ini hasil penggalian di lokasi yang diduga kuburan massal korban ’65 di Hutan Dempes, Wonosobo.
Penggalian dilakukan 16-18 November 2000 dan 19 Januari 2001 oleh tim forensik Universitas Indonesia di bawah pimpinan dr Handoko. Lokasi ini ditemukan dari keterangan saksi yang mengaku mengetahui tempat pembunuhan para korban.
Baca Juga:Cerita Pengasuh Ade Irma Nasution, Alpiah Makasebape dari Sangihe
Hasilnya 26 kerangka berhasil ditemukan. Sebagian dikenali dari ciri-ciri fisik dan temuan sejumlah benda yang menjelaskan identitas korban.
Sebagian lagi tidak dikenali karena tanpa identitas dan kondisi kerangka yang sudah rusak.
Jenazah yang berhasil dikenali, dibawa oleh pihak keluarga untuk dimakamkan secara layak. Kerangka tak dikenal sempat disimpan di RS dr Sardjito Yogyakarta untuk rencananya dimakamkan di tanah wakaf milik Irawan di Desa Kaloran.
Kabar ini ternyata diketahui massa yang mengatasnamakan Forum Ukhuwah Islamiyah Temanggung. Mereka menolak daerahnya dijadikan tempat pemakaman bekas anggota Partai Komunis Indonesia.
Massa kemudian memblokade jalan masuk desa. Mereka menghadang ambulance yang membawa kerangka dan mengancam akan membakarnya.
Baca Juga:Survei SMRC: 14 Persen Masyarakat Indonesia Percaya PKI Bangkit Lagi
“Sekretaris YPKP, Suharno yang memimpin rombongan bahkan diancam akan ikut dibakar. Dikawal polisi, Suharno akhirnya bisa keluar dan kerangka ini kita bawa ke Jakarta dan kita amankan di suatu tempat,” kata Bejo Untung saat dihubungi SuaraJawaTengah.id, Rabu (30/9/2020).
Hingga bertahun kemudian, kerangka-kerangka tersebut diambil seseorang yang mengakuinya sebagai keluarga. “Katanya lurah di daerah Gunungkidul,” ujar Bejo Untung.
Hingga kini Bejo Untung menyayangkan sikap masyarakat yang begitu membeci orang-orang yang diduga terlibat G30S PKI. Bagaimanapun, jasad para korban seharusnya berhak mendapat pemakaman yang layak.
Menurut Bejo, hingga kini pemerintah belum menunjukan tanda-tanda mengambil kebijakan politik yang berprespektif melindungi hak para korban ’65.
“Ini belum sesuai janji Presiden Joko Widodo untuk mengedepankan penyelesaian kasus secara bermartabat dan berkeadilan.”
Hingga 1 Oktober 2019, YPKP memperkirakan jumlah lokasi kuburan massal korban 65 mencapai 346 titik yang tersebar di seluruh Indonesia. Lokasi terbanyak berada di Jawa Tengah (119 titik), Jawa Timur (116 titik), Sumatera Barat (22 titik) dan Sumatera Utara (17 titik).
Kontributor : Angga Haksoro Ardi