SuaraJawaTengah.id - Pakar epidemiologi menyoroti swab test yang dilakukan secara mandiri oleh masyarakat. Mereka beranggapan tes usap atau swab hanyalah membuang-buang uang.
Pakar epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Pandu Riono mengatakan tes swab mandiri tidak perlu, apalagi masyarakat sampai harus membayar Rp900.000, itu sama saja menghambur-hamburkan uang.
Menurutnya, tes mandiri tanpa ada kontak dengan kasus positif Covid-19 dinilai hanya dilakukan orang yang ketakutan secara berlebihan.
"Buat apa tes kalau tidak paranoid dan gila? Tes hanya mengetahui status sementara hari ini. Status nanti, besok, atau lusa, kita tidak tahu. Jadi tidak ada gunanya. Buang duit," kata Pandu Riono dilansir dari Solopos.com, Selasa (6/10/2020).
Baca Juga:Pentingnya Dukungan Psikososial Bagi Pasien Covid-19 Anak
Berdasarkan cara penanganan pandemi Covid-19, tes usap (swab) hanya perlu dilakukan dalam rangka pelacakan (tracing). Yakni untuk orang-orang yang pernah berkontak dengan kasus positif Covid-19. Bila seseorang tidak pernah berkontak dengan kasus positif Covid-19, maka orang tersebut tidak perlu dites usap.
"Nggak perlu tes mandiri. Yang diperlukan 3M saja, memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak," kata Pandu.
Dia menyarankan orang yang merasa pernah berkontak dengan kasus positif Covid-19 agar mengakses klinik-klinik rujukan pemerintah.
Nantinya, dokter bakal mengarahkan orang yang pernah berkontak tersebut untuk tes di laboratorium kesehatan daerah (labkesda). Biayanya tidak akan sampai Rp900.000. Namun bila ke rumah sakit swasta, biasanya akan lebih mahal.
"Kalau mau ke layanan pemerintah lebih murah," kata Pandu.
Baca Juga:Lagi, Muncul Klaster Ponpes di Cilacap, 26 Santri Positif Covid-19
Sebagai informasi, Kemenkes telah mengeluarkan SE tentang batas biaya maksimal tes PCR virus Corona. Dalam surat edaran tersebut, batas biaya maksimal tes PCR mandiri adalah Rp900.000.
Surat edaran tersebut bernomor HK.02.02/I/3713/2020 tentang Batas Tarif Tertinggi Pemeriksaan RT-PCR. Surat tersebut ditandatangani oleh Plt Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Prof dr Abdul Kadir pada 5 Oktober 2020.
Epidemiolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Riris Andono Ahmad, memandang hal ini sebagai langkah bagus untuk memutus peredaran virus Corona.
"Dengan batas atas harga tes itu, maka itu adalah upaya yang baik," kata Riris.