SuaraJawaTengah.id - Selama ini santri identik dengan kaum sarungan yang mempelajari ilmu agama di pondok pesantren dan kelak ketika terjun ke masyarakat akan menjadi kiai atau ustad.
Namun Mahali, 42, warga Desa Dukuhtengah, Kecamatan Ketanggungan, Kabupaten Brebes membuktikan santri juga bisa sukses berwirausaha.
Di sela mengamalkan ilmu yang didapat dari pondok pesantren di desanya, Mahali menekuni budidaya jamur dan hasil panennya diproduksi menjadi jamur Crispy dan satu jamur.
Selain di Brebes dan sekitarnya, jamur krispi yang diberi merk Si Mantap itu juga dipasarkan hingga ke Jakarta, Bekasi dan Hongkong.
Baca Juga:Hari Santri, Kasus Covid-19 di Pondok Pesantren Provinsi Banten Meningkat
"Selain dipasarkan secara offline, saya juga memasarkan secara onlinemelalui media sosial. Dari situ ada reseller dari Hongkong yang pesan," kata Mahali kepada Suara.com, Kamis (22/10/2020).
Mahali sudah nyantri sejak lulus SMP. Pria yang akrab disapa Kang Ali itu pernah menjadi santri Pondok Pesantren Anidhom Nurul Huda Gamprit, Brebes, Pondok Pesantren Rianatutholibin Majenang Kabupaten Cilacap, Pondok Pesantren Al Fadlu Kaliwungu Kabupaten Kendal dan Pondok Pesantren Al Hidayah Cisantri Kabupaten Pandeglang, Banten.
Saat sedang mondok di Pondok Pesantren Rianatutholibin Majenang pada 2000 lalu, Mahali pertama kali mempelajari budidaya jamur. Dia menjadi utusan pondok pesantren untuk mengikuti pelatihan budidaya jamur di Universitas Jendral Soedirman (Unsoed) Purwokerto.
Selepas menimba ilmu agama di sejumlah pondok pesantren, keterampilan budidaya jamur mulai dipraktikan Mahali di sela menjadi pengajar di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Tarbiyatul Sibyan Desa Dukuh Tengah.
Dia tertarik untuk berwirausaha jamur karena melihat peluang tingginya kebutuhan jamur sebagai sayur dan makanan ringan, utamanya di wilayah Kecamatan Ketanggungan.
Baca Juga:Hari Santri, Jalan Daarul Quran Diganti Jalan KH Tubagus Muhammad Falak
"Kebutuhan jamur di Pasar Ketanggungan ternyata dipasok dari Purwokerto dan Kuningan, Jawa Barat. Jadi, sampai di pasar sudah layu. Dari situ saya melihat peluang budidaya jamur untuk memasok kebutuhan jamur di Ketanggungan," kata dia.
Pada awal-awal merintis budidaya jamur pada 2017, Mahali berulangkali mengalami kegagalan dengan kerugian yang besar. Namun kegagalan tersebut justru membuatnya terlecut untuk lebih fokus menekuni usaha itu.
Tak patah arang, Mahali intens mempelajari budidaya jamur melalui media sosial, seperti youtube dan facebook. Dia juga belajar secara langsung ke salah seorang temannya yang sudah lebih dulu sukses membudidayakan jamur.
Dari awalnya mesti membeli, lambat laun Mahali mulai bisa membuat sendiri log atau media tanam jamur dengan dibantu lima orang pekerja.
Dalam sehari, ayah dua anak itu bisa memproduksi log 200 buah secara manual. Sementara jika memakai mesin, produksinya bisa menghasilkan log 700 buah per hari.
“Di rumah produksi yang saya buat bisa menampung 8.000 buah log. Setiap satu log bisa menghasilkan jamur tiga ons. Itu saya produksi menjadi jamur krispi dan sate jamur,” ungkap Mahali.
Produk jamur krispi dengan rasa original, balado, barbeque, jagung manis dan pedas tersebut dipasarkan Mahali secara online. Ada juga yang dipasarkan di toko-toko dan koperasi. Dalam satu bulan, rata-rata omzet penjualannya bisa mencapai Rp5 juta hingga Rp6 juta per bulan.
"Pesanan jamur kripsi sebenarnya tinggi, tapi bahan bakunya yang masih belum bisa memenuhi karena tempat budidayanya masih terbatas. Jadi rencananya saya akan kembangkan lagi tempatnya," ujarnya.
Rencananya, Mahali akan menggandeng santri, anggota GP Ansor dan IPNU-IPPNU untuk pengembangan tempat budidaya jamur. Dia juga bertekad mencurahkan kemampuan ilmu dan tenaganya kepada para santri agar mereka bisa berwirausaha.
Kontributor : F Firdaus