Waduh! Pandemi Covid-19, Kekerasan Terhadap Anak di Wonogiri Meningkat

Kekerasan terhadap anak didominasi kasus pelecehan seksual

Budi Arista Romadhoni
Rabu, 28 Oktober 2020 | 15:24 WIB
Waduh! Pandemi Covid-19, Kekerasan Terhadap Anak di Wonogiri Meningkat
Ilustrasi kekerasan terhadap anak (Shutterstock)

SuaraJawaTengah.id - Kasus kekerasan terhadap anak di Wonogiri meningkat selama masa pandemi Covid-19. Kejahatan seksual mendominasi penyebab kekerasan tersebut.

Dilansir dari Solopos.com, Dinas Sosial Kabupaten Wonogiri mencatat sejak Januari hingga September 2020 ada 26 kasus kekerasan terhadap anak.

Dari jumlah tersebut, 15 kasus disebabkan karena kejahatan seksual atau persetubuhan. Adapun faktor lainnya yakni pencurian dengan jumlah delapan kasus, pencabulan dua kasus dan laka lantas satu kasus.

Jumlah korban dalam kasus itu sebanyak 12 orang. Sedangkan jumlah pelaku sebanyak 14 orang. Dengan rincian berdasarkan jenis kelamin, 12 laki-laki dan 14 perempuan.

Baca Juga:Rakit Bangkit Facebook Indonesia Ajak Masyarakat Beradaptasi dengan Pandemi

Jumlah kasus itu meningkat dibandingkan jumlah kasus pada 2019.Dinas Sosial Wonogiri mencatat terdapat 19 kasus kekerasan terhadap anak selama 2019.

Kasus Mulai Meningkat Pertengahan Maret

Adapun rincian penyebab beserta jumlah kasus yakni persetubuhan sebanyak lima kasus, sodomi enam kasus, penganiayaan dua kasus, pencurian dua kasus, penyalahgunaan Napza satu kasus dan laka lantas tiga kasus. Anak yang terlibat terdiri dari 14 laki-laki dan lima perempuan.

"Selama pandemi ini memang ada peningkatan kasus. Mulai awal pandemi, pertengahan Maret, kasus sudah mulai meningkat. Dari Januari hingga Februari itu hanya satu kasus. Selebihnya terjadi saat pandemi Covid-19," kata Pekerja Sosial (Peksos) Dinas Sosial Wonogiri, Rizki Cahya, mewakili Kadinsos Wonogiri, Kurnia Listiyarini, saat ditemui Solopos.com di ruang kerjanya, Jumat (23/10/2020).

Ia mengatakan sebelum pandemi pihaknya bersama tim hanya menangani satu hingga tiga kasus dalam setiap bulan. Saat ini mereka bisa menangani kasus lima hingga delapan kasus dalam setiap bulan.

Baca Juga:Ilmuwan Sebut Risiko Penularan Covid-19 di Pesawat Sangat Rendah?

Menurut Rizki, faktor penyebab meningkatnya kasus kekerasan anak berawal dari handphone (HP) dan media sosial. Karena sejak pandemi, HP menjadi kebutuhan utama untuk belajar secara online. Selain itu aktivitas anak selama masa pandemi yang sedang tidak belajar di sekolah juga menjadi faktor utama.

Sebagian orang tua, kata dia, kurang melakukan pengawasan atau mengontrol aktivitas anak saat memainkan handphone. Mereka mampu membelikan HP untuk anaknya. Namun mereka tidak bisa mengoperasikan HP dan mengontrol apa yang dilakukan anak melalui HP.

"Saat anak memainkan HP, mungkin orang tua menganggapnya sedang digunakan untuk belajar. Namun, di sisi lain ternyata anak juga memanfaatkan HP untuk berhubungan atau berkomunikasi dengan lawan jenis," ungkap dia.

Berkenalan Melalui Media Sosial

Berdasarkan pengalaman Rizki mendampingi kasus anak, ketika anak berkenalan dengan orang lain melalui media sosial, rata-rata akan terjadi pertemuan. Setelah bertemu satu hingga dua kali, akhirnya terjadilah kasus kekerasan seksual.

"Kenalan dengan orang tidak dikenal melalui medsos. Kemudian diajak ketemuan mau, diajak nongkrong mau, akhirnya terjadi kekerasan seksual. Terkadang saat bertemu juga diajak minuman keras dan lain sebagainya. Dari pertemuan itu berdampak negatif terhadap anak," kata Rizki.

Selama ini, anak yang terlibat dalam kasus rata-rata berusia 13 hingga 18 tahun.

"Peran orang tua atau keluarga sangat penting untuk mengurangi jumlah kekerasan kepada anak. Selain itu peran lingkungan sekitar juga cukup penting dalan mencegah kekerasan terhadap anak," kata Rizki.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini