Sebagian orang tua, kata dia, kurang melakukan pengawasan atau mengontrol aktivitas anak saat memainkan handphone. Mereka mampu membelikan HP untuk anaknya. Namun mereka tidak bisa mengoperasikan HP dan mengontrol apa yang dilakukan anak melalui HP.
"Saat anak memainkan HP, mungkin orang tua menganggapnya sedang digunakan untuk belajar. Namun, di sisi lain ternyata anak juga memanfaatkan HP untuk berhubungan atau berkomunikasi dengan lawan jenis," ungkap dia.
Berkenalan Melalui Media Sosial
Berdasarkan pengalaman Rizki mendampingi kasus anak, ketika anak berkenalan dengan orang lain melalui media sosial, rata-rata akan terjadi pertemuan. Setelah bertemu satu hingga dua kali, akhirnya terjadilah kasus kekerasan seksual.
Baca Juga:Rakit Bangkit Facebook Indonesia Ajak Masyarakat Beradaptasi dengan Pandemi
"Kenalan dengan orang tidak dikenal melalui medsos. Kemudian diajak ketemuan mau, diajak nongkrong mau, akhirnya terjadi kekerasan seksual. Terkadang saat bertemu juga diajak minuman keras dan lain sebagainya. Dari pertemuan itu berdampak negatif terhadap anak," kata Rizki.
Selama ini, anak yang terlibat dalam kasus rata-rata berusia 13 hingga 18 tahun.
"Peran orang tua atau keluarga sangat penting untuk mengurangi jumlah kekerasan kepada anak. Selain itu peran lingkungan sekitar juga cukup penting dalan mencegah kekerasan terhadap anak," kata Rizki.