Kisah Palagan Tirus, Pertempuran Dahsyat di Tegal

Palagan Tirus merupakan pertempuran dahsyat antara pejuang Indonesia dengan pasukan Belanda pada Oktober 1947 silam

Budi Arista Romadhoni
Selasa, 10 November 2020 | 07:30 WIB
Kisah Palagan Tirus, Pertempuran Dahsyat di Tegal
Pertigaan Tirus Kota Tegal, tempat terjadinya pertempuran antara pasukan Kapten Sudibyo dan tentara Belanda pada Oktober 1947. (Suara.com/F Firdaus)

SuaraJawaTengah.id - Kota Tegal memiliki sejumlah peristiwa, tokoh, dan peninggalan bangunan bersejarah terkait dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan.

Salah satu peristiwa yang belum banyak diketahui adalah Palagan Tirus. Palagan Tirus merupakan pertempuran dahsyat antara ‎pejuang Indonesia dengan pasukan Belanda pada Oktober 1947 silam.

Nama Tirus mengacu pada lokasi pertempuran itu terjadi. Daerah tersebut kini dikenal sebagai pertigaan Tirus yang menjadi titik pertemuan tiga ruas jalan, yakni Jalan Kapten Sudibyo, Jalan Aiptu KS Tubun dan Jalan Teuku Umar.

Pertigaan yang berada di Kecamatan Tegal Selatan itu juga dilewati jalur kereta api double track sehingga menjadi ‎salah satu pertigaan sibuk di Kota Tegal dan kerap disebut juga perlintasan Tirus.

Baca Juga:Daftar Kereta Api dari Jakarta yang Gratis Buat Guru dan Nakes

Sejarawan Pantura, Wijanarto mengatakan, peristiwa ‎Palagan Tirus merupakan salah satu perlawanan sporadis tentara Indonesia di daerah-daerah saat Belanda melancarkan Agresi Militer untuk menguasai kembali wilayah Indonesia.

"Palagan Tirus terjadi selama satu hari. Situasi pertempurannya seperti pertempuran lima hari di Semarang," kata Wijanarto kepada Suara.com, Senin (9/11/2020).

‎Menurut Wijanarto, dalam pertempuran tersebut, tentara Indonesia dipimpin oleh Kapten Sudibyo. Kala itu, pasukan Kapten Sudibyo melakukan penyerapan secara mendadak terhadap‎ pasukan Belanda.

Namun karena kalah jumlah pasukan dan persenjataan, ‎pasukan Kapten Sudibyo akhirnya tercerai berai setelah satu hari terlibat peperangan sengit.

"Pasukan Kapten Sudibyo hanya 120 orang dan senjatanya senjata hasil rampasan dari Jepang. Sedangkan Belanda pakai tank, panser, jadi kekuatannya tak seimbang. Ketika terdesak, pasukan Kapten Sudibyo melarikan diri ke arah Kalinyamat," ujarnya.

Baca Juga:Dear Guru dan Nakes, KAI Sediakan Tiket Gratis, Begini Cara Dapatnya

Di tempat persembunyiaannya di daerah yang sekarang Dukuhtrukan, Kelurahan Kalinyamat Kulon, Kecamatan Margadana, Kapten Sudibyo ‎terkepung oleh Belanda dan kemudian gugur ditembak. 

"Beliau gugur tanggal 10 Oktober 1947 atau beberapa hari setelah Palagan Tirus. Meski beliau dan pasukannya akhirnya kalah, peristiwa Palagan Tirus ini membuktikan bahwa walaupun Tegal berhasil dikuasai tentara Belanda, tapi perlawanan dari tentara Indonesia tetap ada," kata Wijanarto.

‎Wijanarto mengatakan, pada masa Agresi Militer Belanda, Kapten Sudibyo ‎kerap melancarkan serangan terhadap pasukan Belanda dengan taktik gerilya kota. Salah satu serangan tiba-tiba yang dilancarkannya pernah menewaskan 23 tentara Belanda.

"Selain melakukan serangan tiba-tiba ke pasukan Belanda, Kapten Sudibyo juga melakukan aksi pemadaman listrik dalam taktik gerilyanya," ujarnya.

Lantaran jasa-jasanya dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan, nama Kapten Sudibyo diabadikan menjadi nama salah satu ruas jalan di Kota Tegal. Sosoknya juga dikenal akrab dengan sosok pejuang kemerdekaan lainnya, Kolonel Sudiarto.

‎"Setelah gugur ditembak, jenazah Kapten Sudibyo dimakamkan di Kalinyamat Kulon yang sekarang Masjid Jami Al-Muhtadin. Kemudian dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Puri Kusuma Negara di blok A nomor 85," ungkap Wijanarto.

‎Wijanarto menyebut tidak ada catatan terkait asal-usul Kapten Sudibyo. Namun dia diyakini berasal dari Surakarta atau Yogyakarta.

"Sangat disayangkan, saat makamnya dipindahkan, tidak diketahui ahli warisnya. Tapi kemungkinan dia berasal dari wilayah Solo atau Jogja. Dia bukan orang Tegal tapi pasukannya ada yang orang Tegal," ucapnya.

Kontributor : F Firdaus

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini