SuaraJawaTengah.id - Seorang pengguna TikTok merasa kaget dengan suasana yang ia temui ketika melihat video sejumlah peziarah yang sedang berdzikir di makam Sunan Kalijaga.
Ia lantas mempertanyakan situasi yang ia lihat tersebut ke sosial media hingga videonya menjadi viral.
Dalam video yang ia unggah lewat akun TikTok @lydiaaa_, tampak beberapa peziarah sedang berdzikir mendoakan arwah di depan makam Sunan Kalijaga.
Sekelompok peziarah yang mengenakan baju hijau itu tampak kompak menyerukan kalimat tauhid 'Laa ila ha illallah' dengan keras.
Baca Juga:Kerajaan Demak: Sejarah Hingga Peninggalannya
Bukan hanya suara keras, gerakan kepala mereka pun juga cepat sehingga menarik perhatian pengunjung di sekitarnya.
Lantaran gerakan dan ucapan dzikir yang menonjol itulah, si pengunggah video lantas mempertanyakannya ke sosial media.
"Guys mau tanya dong? Aku sebagai orang awam yang enggak ngerti, mereka itu alirannya apa sih kok berisik dan heboh ya? Dzikir semacam ini emang diperbolehkan?" tanya dia dalam unggahan TikTok-nya.
Video yang telah ditonton hingga 1,7 juta kali itu pun menuai beragam respons dar warganet. Simak videonya DI SINI.
Ada warganet yang mendyebut bahwa dzikir tersebut merupakan sebuah dzikir tarekat dan sudah sering terjadi di sejumlah kawasan ziarah makam.
Baca Juga:Muncul Asap dari Belakang, Bus Peziarah Terbakar di Tol Tangerang-Merak
"Itu dari Thoriqoh, disebut dengna dzikir Zahar (dikeraskan)," jelas pemilik akun @imut_121.
"Dzikir zahar Tariqat Qodriyah wa Naqsabandiyah (Tqn) dalam TQN ada 2 macam zikir: zahar (diucapkan) dan khofi (di dalam hati). Santri Suryalaya asli saya," imbuh akun @xxinfrs_.
"Zikirnya sih enggak masalah, yang masalah itu zikir sambil main hape," komentar @RBT_Rizky.
Mengenal Tarekat Naqsabandiyah
Dari sejumlah catatan dan sumber, tarekat ini sudah hadir di Indonesia sejak ratusan tahun lalu. Sebaran tarekat ini hampir merata di berbagai negara. Mulai dari Asia termasuk Indonesia hingga sebagian Eropa.
Berdasarkan catatan Wikipedia, tarekat ini pertama kali muncul pada abad 14 M di Turkistan. Pencetusnya bernama Muhammad bin Muhammad Baha’udin al-Bukhari, yang kemudian mendapatkan gelar Syah Naqsyaband. Dia dilahirkan tahun 618 H dan meninggal tahun 719 H, atau hidup antara 1317-1389 M.
Tarekat ini mengutamakan pada pemahaman hakikat dan tasauf yang mengandung unsur-unsur pemahaman rohani yang spesifik.
Bermula di Bukhara pada akhir abad ke-14, Naqsyabandiyah mulai menyebar ke daerah-daerah tetangga dunia Muslim dalam waktu seratus tahun.
Ciri yang menonjol dari Tarekat Naqsyabandiyah adalah diikutinya syariat secara ketat, keseriusan dalam beribadah serta lebih mengutamakan berdzikir dalam hati.
Perkembangan di Indonesia
Di Indonesia, pengikut tarekat ini cukup banyak. Di Pulau Sumatera pun cukup merata. Salah satu daerah yang banyak pengikut tarekat ini adalah Kota Padang, Sumatera Barat.
Desember 2017 lalu, Muhammad Ilham (40), salah seorang pengikut Tarekat Naqsabandiyah di Padang bercerita, Naqsabandiyah dibawa ke Padang oleh Syekh Tahib yang menuntut ilmu di Makkah selama 25 tahun.
Tarekat ini tidak hanya ada di Kota Padang, tetapi juga ada di wilayah Solok, Payakumbuh, dan Pasaman. Penyebaran tarekat ini dilakukan dengan menurunkan ilmu suluk dari guru besar kepada murid-muridnya di surau.
Menurut dia, kecuali penetapan Ramadhan, tidak ada perbedaan dalam tata cara beribadah di Tarekat Naqsabandiyah. Seluruhnya dilaksanakan seperti yang tercantum dalam Alquran dan hadits.
Karena perbedaannya dalam memutuskan waktu Ramadhan, beberapa kali Tarekat Naqsabandiyah didatangi oleh Kementerian Agama.
"Tarekat Naqsabandiyah bukanlah ajaran sesat, Islam sangat menghargai keragaman. Pun Tarekat Naqsabandiyah. Jangan sampai perbedaan ini memecah belah umat," ujar Ilham.