Kala musim penghujan, sesekali air hujan menembus dari sela-sela plastik tempatnya bernaung. Tidur dengan tubuh yang basah dan menggiggil menjadi hal lumrah yang dijalaninya sejak lima tahun terakhir.
“Bukan saya menentang pemerintah, ini maaf loh ya. Tapi, saya memang tidak punya rumah, saya tinggalnya di becak,” katanya.
![Dengan sehelai sarung, Mudasir tinggal di "kemewahan tempat tinggalnya" yan g tersisa. Kesehariannya, Mudasir mangkal tak jauh dari Kompleks Pemerintah Kabupaten Banjarnegara. [Hestek.id/Inung]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/02/06/74028-mudasir-tinggal-di-becaknya-yang-juga-rumah-tempatnya-bernaung.jpg)
Mirisnya, Mudasir kini hanya bisa bertahan hidup dari mengayuh becak yang cuma cukup untuk makan saja. Penderitaannya makin bertambah, lantaran sejak Pandemi Covid-19, penumpang becaknya makin sepi.
Untuk bertahan hidup, Mudasir terpaksa juga menjadi pemulung untuk sekedar membeli sebungkus nasi.
Baca Juga:Wisata Tawangmangu Tetap Buka Saat Jateng di Rumah Saja, Ini yang Terjadi
“Kadang bisa sampai Rp 50.000, tapi rata-rata hasil memulung hanya berkisar Rp 15.000. Kalau lagi tidak punya uang terpaksa ngutang ke warung langganan,” katanya.